Kamis, 12 Januari 2012

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

BAB  I
PENDAHULUAN

    Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987,  Nuchelmans, 1982).
    Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat.  Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
    Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
    Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
    Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon  (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
    Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
    Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena  pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu  sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa  filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
    Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
    Berdasarkan beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis akan jelajahi, maka  penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang:  Pengertian dan Obyek  serta  Ruang lingkup filsafat ilmu

BAB  II
PEMBAHASAN

    Sebelum pembahasan lebih jauh tentang filsafat ilmu, perlu dipahami tentang makna kedua kata tersebut, sehingga pada pembicaraan selanjutnya tidak terjadi makna yang kabur dan samar sehingga akan difahami secara komprehensif dan mendalam tentang hakikat dan makna ilmu secara filosofis.
 a).   Pengertian Filsafat.
    Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani : Philosophia, yang terdiri atas dua kata:philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensia). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orang yang berfilsafat disebut filosof yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Ada beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof yaitu :
1.    Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
2.    Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
3.    Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat.
    Banyak pengertian-p finisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya  adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Selanjutnya  Syahir Mahmud memberikan definisi filsafat atau falsafat (bahasa Arab) sebagai cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Juga diberikan pengertian falsafat yang beragam seperti : upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik dan lengkap tentang seluruh realitas, menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan : sumbernya, keabsahannya dan nilainya. Masih ada beberapa pengertian lain yang dikutip oleh Syahir Mahmud  diantaranya menurut Al-Farabi (W 950M) bahwa falsafat adalah ilmu tentang yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. 
Diberikan jugapengertian kata hikmah (sophos) yang merupakan salah satu makna dari falsafat yaitu mencintai hikmah. Fuad Iframi, Ibnu Mundzir, Al-Jurjani dan Ibn Sina memberikan pengertian hikmah yang secara tekstual berbeda namun secara kontekstual tetap sejalan. Salah satu diantaranya yang didefinisikan oleh Ibn Sina. Menurutnya hikmah adalah mencari kesempurnaan diri manusia dengan menggambarkan segala urusan dan mebenarkan segala hakikat baik yang bersifat toeri maupun praktik menurut kadar kemampuan seseorang. 
Berdasarkan beberapa komentar yang telah dipaparkan oleh para pakar di atas, maka penulis menyimpulkan secara sederhana dan nominan  bahwa  filsafat itu : Filein (= Mencintai) dan sophia (=kebijaksanaa). Dengan demikian filsafat adalah ilmu yang mencintai dan mencari kebijaksanaan, atau pengetahuan mengenai semua hal melalui sebaba-sebab terakhir yang didapati melalui penalaran atau akal budi. Ia mencari dan menjelaskan hakekat dari segala sesuatu.
Oleh karena itu  Filsafat pada perisipnya  adalah induk semua ilmu, demikian kata kaum filosof. Pada awalnya, Cakupan obyek filsafat memang jauh lebih luas dibandingkan dengan ilmu. Keterbatasan ilmu hanya pada obyek kajian yang bersifat empiris saja, sementara obyek kajian filsafat mencakupi seluruhnya yaitu baik yang bersifat empiris maupun yang bersifat non-empiris. Dalam perjalanan selanjutnya, ilmu semakin berkembang dengan pesatnya sehingga ilmu itu sudah terlepas dari induknya dan menyebabkan tindakan ilmu semakin liar, arogan dan kompartementalisasi antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya. Dengan kondisi seperti itu, diperlukan pemersatu visi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu. Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan diharapkan dapat berperan kembali sebagaimana fungsinya untuk mengayomi semua bidang ilmu agar dapat berjalan pada jalurnya yaitu ilmu untuk kemaslahatan manusia.
 b).   Pengertian Ilmu.
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab : 'Alima, ya'lamu, ilman, yang berarti : mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science (pengetahuan). Menurut kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis, logis dengan menggunakan metode tertentu dan bersifat empiris. Asley Montagu, seorang Guru Besar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam suatu system yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji
Dengan mempelajari filsafat ilmu, maka kita akan mengetahui dan sekaligus akan menyadari bahwa pada hakekatnya ilmu itu tidak bersifat statis (tetap) namun dinamis seirama dengan perkembangan akal dan budi. Sesuatu yang dulunya dianggap sebagai ilmu yang dianutnya tetapi pada masa tertentu akan basi dan ditinggalkan karena sudah tidak sesuai dengan zaman. Disinilah perlunya kita selalu berusaha untuk mengembangkan dan sekaligus memperbaharui ilmu. Kita menyadari bahwa untuk memahami hakekat suatu kejadian atau hukum-hukum kausalitas itu tidak cukup hanya mengandal sumber daya indrawi semata (seperti dengan mata, pendengaran, penciuman, dan perasa) saja akan tetapi perlu perenungan yang sangat mendalam dengan menggunakan akal, budi dan hati (jiwa). Disinilah perlunya umat Islam berfilsafat ilmu. Bila sementara orang menganggap berfilsafat itu haram karena akan membuat manusia murtad dari ajaran Tuhan, maka sesungguhnya pandangan seperti ini perlu dilakukan kajian yang mendalam. Hal yang perlu menjadi bekal bila seseorang ingin berfilsafat adalah dasar pengetahuan yang kuat tentang berbagai hal, dan memiliki kecerdasan spiritual yang dapat menghubungkan hukum-hukum sebab akibat dan senantiasa mempunyai kedekatan hubungan dengan Sang Pencipta melalui ketaatan melaksanakan ajaran-Nya sehingga ilmunya menjadi terbimbing dan terarah. Perhatikan firman-Nya                                                                                
Bermakna :
“…. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-Anfal : 47). 

BAB  III
OBYEK DAN RUANG LINMGKUP

Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagai¬mana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dua¬lisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan ke¬yakinan kita masing masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, feno¬menologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagai¬mana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik be¬serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori ko¬herensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
 Akslologi llmu meliputi nilal nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke¬nyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material. Lebih dari itu nilai nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi ke¬budayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau keman¬faatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan.  
Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang terpisah tetapi saling terkait. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal mempunyai obyek material dan obyek formal. Obyek materinya adalah segala yang ada baik yang tampak (dunia empirik) maupun yang tidak tampak (alam metafisik). Sementara Ilmu juga memiliki dua obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek materialnya adalah alam nyata misalnya tubuh manusia untuk ilmu kedokteran, planet untuk ilmu astronomi dan lain sebagainya. Sedangkan obyek formalnya adalah metoda untuk memahami obyek material misalnya pendekatan induktif dan deduktif.
Ada filosof yang menyatakan bahwa ilmu semakin jauh dari induknya yaitu filsafat. Penulis memilih sebuah contoh yang tepat yang dikutip dari Will Durant. Oleh Will Durant diibaratkan bahwa, filsafat bagaikan pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infantri. Pasukan infantri ini adalah pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafat menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan ilmu pengetahuan. Setelah itu ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasinya masing-masing, sehingga ilmulah yang secara praktis membelah gunung dan merambah hutan dan filsafat kembali ke laut lepas untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh.
Pada perkembangan berikutnya filsafat bukan hanya dipandang sebagai induk dan sumber ilmu, tetapi sudah menjadi bagian dari ilmu itu sendiri dan bersifat sektoral misalnya filsafat agama, filsafat hukum. dan filsafat ilmu
Salah satu sub-bagian dari bagian ini adalah penjelasan tentang pengertian ilmu, persamaan dan perbedaan antara filsafat dan ilmu. Oleh penulis, dijelaskan bahwa ilmu adalah bagian dari penegtahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secra empiris. Sementara pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense yang belum tersusun secara sistematis baik mengenai metafisik maupun fisik. Penulis juga menyimpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu sehingga filsafat ilmu perlu menjawab persoalan ontologis (obyek telaah), epistemologis (proses, prosedure, mekanisme) dan aksiologis (untuk apa)
Dalam makalah  ini juga  dijelaskan bahwa  sejarah perkembangan filsafat yang dibagi dalam tiga periode. Periode pertama merupakan masa awal dari kaum filosof alam yang dimulai dari Thales hingga Parmanides. Dalam periode pertama, para filosof dengan segala pendapat dan pandangan yang berbeda-beda, dianggap tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan tentang manusia dan kebenaran. Periode berikutnya yang dikenal dengan sebutan periode kaum ”sofis” yang dimotori oleh Protagoras yang menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran yang merupakan cikal bakal humanisme. Kaum sofis memberikan ruang gerak pada ilmu untuk berkembang, berspekulasi dan merelatifkan teori ilmu. Mereka beranggapan bahwa ilmu itu terbatas tetapi proses mencari ilmu tak terbatas. Periode berikutnya adalah filosof yang menentang pandangan kaum sofis tentang relativisme kaum sofis. Periode ini dimotori oleh Sokrates, Plato dan Aristoteles. Socrates terkenal dengan semboyannya ”kenalilah dirimu sendiri” Plato murid Socrates yang cerdas mampu ”mendamaikan” pandangan Hiraklitos dan Parmanides serta Aristoteles murid Plato yang lebih dikenal dengan analisis silogisme-nya. Aristoteles juga merupakan filosof rasionalisme penutup dari filsafat Yunani yang mampu membagi filsafat dalam dua bagian yaitu yang bersifat teoritis dan praktis.  
Pada makalah  ini juga dijelaskan sejarah perkembangan ilmu yang dibagi dalam tiga periode pula yaitu : perkembangan ilmu zaman Islam, kemajuan ilmu zaman Renaisans dan modern serta kemajuan ilmu zaman Kontemporer. Perkembangan pengetahuan zaman Islam dimulai sejak peristiwa Fitnah Al-Kubra yang dimotori oleh Abdullah Ibn Umar dan Abdullah Ibn Abbas. Kemajuan pesat mencapai puncaknya dizaman pemerintahan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Salah satu pelopornya adalah Al Mansur yang memerintahkan penerjemahan buku-buku filsafat Yunani kedalam bahasa Arab. Namun kejayaan Islam ini akhirnya jatuh dan runtuh hingga mencapai titik terendah pada abad ke-18 M. Kemunduruan ini oleh Iqbal disebabkan karena diterimanya faham Yunani yang menyatakan bahwa ilmu itu statis adanya, padahal sesungguhnya ilmu menurut pandangan Islam adalah sesuatu yang dinamis. 
Pada makalah  ini juga dijelaskan bahwa ada tiga sumber pengetahuan yaitu secara empiris yaitu melalui pengalaman. John Locke adalah bapak empirisme dengan teori tabula rasanya. Kelemahan dari teori ini terletak pada kelemahan/keterbatasan indera sebagai pengumpul pengalaman. Teori yang kedua adalah rasionalisme yang lebih mengutamakan pada kemampuan akal sebagai dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal melalui kegiatan menangkap obyek.Intuisi adalah salah satu sumber pengetahuan yang merupakan hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi, demikian yang dikatakan oleh Henry Bergson. Sumber pengetahuan tertinggi adalah wahyu yang merupakan penyampaian pengetahuan langsung dari Allah S.W.T melalui nabi dan rasul-Nya tanpa upaya, tanpa bersusah payah dan tanpa memerlukan waktu untuk mendapatkannya. Pengetahuan para nabi dan rasul terjadi atas kehendak Allah S.W.T dengan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran melalui wahyu. 

BAB   IV
P E N U T U P

A.  Kesimpulan.
1.filsafat adalah ilmu yang mencintai dan mencari kebijaksanaan, atau pengetahuan mengenai semua hal melalui sebaba-sebab      terakhir yang didapati melalui penalaran atau akal budi. Ia mencari dan menjelaskan hakekat dari segala sesuatu.

2.Ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam suatu system yang      berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.

3.Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang terpisah tetapi saling terkait. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal mempunyai obyek material dan obyek formal. Obyek materinya adalah segala yang ada baik yang tampak (dunia empirik) maupun yang tidak tampak (alam metafisik). Sementara Ilmu juga memiliki dua obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek materialnya adalah alam nyata misalnya tubuh manusia untuk ilmu kedokteran, planet untuk ilmu astronomi dan lain sebagainya. Sedangkan obyek formalnya adalah metoda untuk memahami obyek material misalnya pendekatan induktif dan deduktif.
 B.  Saran-Saran
Di dalam pengupasan makalah  yang sangat sederhana ini, besar         kemungkina,  telah terdapat  banyak kesalahan dan kekeliruan, baik pengetikan, penggunaaan bahasa, teknis penulisan, maupun isi makalah, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kepada semua pihak, baik bapak Dosen pembimbing, maupu teman-teman mahasiswa PPS untuk menyempurnakan, sehingga berguna bagi penulis untuk menyempurnakan  dalam penulisan makalah selanjutnya.

Daftar Pustaka

Bertens, K., (1987)., “Panorama Filsafat Moderen”, Gramedia  Jakarta, pp. 14, 16, 20-21, 26.  Lihat juga  Nuchelmans, G., (1982)., “Berfikir Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, Dialihbahasakan Oleh Soejono”, Fakultas Filsafat—PPPT  UGM Yogyakarta.

Van Peursen, C.A., (1985).,” Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, Diterjemahkan Oleh J. Drost” , Gramedia Jakarta.

Koento Wibisono S., (1999)., “Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran Dan Perkembangannya   Sebagai Pengantar  Untuk Memahami  Filsafat Ilmu”, Makalah, Ditjen Dikti Depdikbud – Fakultas Filsaafat  UGM Yogyakarta.

Home (Glossry)  Contact Web Master Redaksi Website http: www. Nakertrans go. Id- Jl. TMP Kalibata 17 Jakarta Selatan,redaksi – belitfo @nakertrans. Go. Id © 2004 Depnakertrans – Ali Rights Reserved.

Prof Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng., (2002)., “Makalah Pengantar Falsafah Sains” , (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 – Program Studi DAS Intutut Pertanian Bogor.

Syahir  Mahmud ,.(2005) “Resensi Buku  Daras : Judul Filsafat Ilmu “ oleh Dr. Amsal Bahtiar, MA., (Cet. I,  II, Penerbit Tajawali Pers.

Al-Qur’an dan Terjemahannya(1999)(ravisi terbaru) Depertemen Agama RI, Diterbitkan CV. Asy Syifa’ Semarang.

dikutip dari : (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM/Koento Wibisono)  Blog pada WordPress.com. | Theme: Andreas09 by Andreas Viklund.
Getuk wordpress. Com/2006/11/16/filsafat – ilmu- 26k. lihat juga  Prof Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng., (2002)., “Makalah Pengantar Falsafah Sains”  op.cit.

B ahan Bacaan  yang relevan dengan Judul

Bahm, Archie, J., 1980., “What Is Science”, Reprinted from my Axiology; The Science Of Values; 44-49, World Books, Albuquerqe, New Mexico, p.1,11.

Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta, p.14, 16, 20-21, 26.

Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.

Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.

____________________., 1996., “Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte”, Cet.Ke-2, Gadjah Mada University Press Yogyakarta, p.8, 24-26, 40.

____________________., 1999., “Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran Dan Perkembangannya Sebagai Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu”, Makalah, Ditjen Dikti Depdikbud – Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta, p.1.

Nuchelmans, G., 1982., “Berfikir Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, Dialihbahasakan Oleh Soejono Soemargono”, Fakultas Filsafat – PPPT UGM Yogyakarta p.6-7.

Sastrapratedja,  M., 1997., “Beberapa Aspek Perkembangan Ilmu Pengetahuan”,  Makalah, Disampaikan Pada Internship Filsafat Ilmu Pengetahuan, UGM Yogyakarta 2-8 Januari 1997, p.2-3.

Soeparmo, A.H., 1984., “Struktur Keilmuwan Dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam”, Penerbit Airlangga University Press, Surabaya, p.2, 11.

The Liang Gie., 1999., Pengantar Filsafat Ilmu”, Cet. Ke-4, Penerbit Liberty Yogyakarta, p.29, 31, 37, 61, 68, 85, 93, 159, 161.

Van Melsen, A.G.M., 1985., “Ilmu Pengetahuan Dan Tanggung Jawab, Diterjemahkan Oleh K.Bartens”,  Gramedia Jakarta, p.16-17, 25-26.

Van Peursen, C.A., 1985., “Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, Diterjemahkan Oleh J.Drost”, Gramedia Jakarta, p.1, 4, 12.
































Tugas Makalah

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

Pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu













Oleh :
MOH. JUFRI
Pm. 1.206.0447

Dosen Pembimbing
DR. AHMAD SYUKRI, SS., M.Ag

KONSENTRASI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
PROGRAM PASCASARJANA
IAIN SULTHAN  THAHA  SYAIFUDDIN JAMBI
2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar