A. PENDAHULUAN
Guru memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar. Dipundaknya terpikul tanggung jawab utama kedeftikan usaha kependidikan kepersekolahan. Di banyak Negara maju media elektronik sebagai alat pengajar sudah dipergunakan dan telah dibuktikan. Namun keberadaannya tetap tidak dapat sepenuhnya menggatikan kedudukan guru. Ada sesuatu yang hilang yang selama ini disambungkan oleh adanya interaksi antara manusia, antara guru dan pelajar. Kehilangan yang utama adalah segi keteladanan dan sebab tujuan, yang mengarahkan pelajar tersebut lebih bersumer pada guru ketimbang pada pelajar sekalipun tujuan itu dirumuskan oleh tenaga kependidikan yang lebih tinggi kedudukannya di dalam struktur birukrasi.
Masyarakat dari paling terkebelakang sampai yang paling maju, mengakui bahwa guru merupakan satu di antara sekian banyak unsur pembentuk utama calon anggota masyarakat, namun wujud pengakuan itu berbeda-beda anatar satu guru itu dengan masyarakt yang lain. Sebagai mengakui pentingnya guru itu yang lebih kongkret, sementara yang lain masih menyaksikan besarnya tangung jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah dari pada sepentasnya.
Di menyadari pihak lain setelah beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa besar pengaruh terpendam yang mereka miliki terhadap pembinaan kepribadian pelajar. Kesadaran umum akan besarnya tanggung jawab seorang guru serta berbagai pandanagan masyarakat untuk merumuskan ruang liungkup tugas, tanggung jawab dan kualifikasi yang seharusnya di penuhi oleh guru.[1]
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Guru Dalam Tinjauan Islam
Di dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 pasal 1, tentang Guru dan dosen, guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan menengah.[2]
Jabatan guru adalah pelaksana tugas profesional dan jabatan tersebut melekat pada orangnya, sehingga di dalam masyarakat seorang guru dan juga seorang guru agama dimanapun selalu diberi panggilan guru agama atau pak. Uztas.
Secara sederhana pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan profesional adalah pekerjaan yang disiapkan melalui proses pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus dipenuhinya , maka semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi yang diembunnya. Tinggi redahnya pengakuan profesionalisme sangat bergantung kepada keahlian dan tingkat pendidikan.[3]
Pendidikan agama, meskipun dalam pelaksanaan kurikulum disekolah hanya menyangkut satu aspek mata pelajaran pendidikan agama, namun ia memiliki fungsi yang sangat berarti bila dikaitkan dengan fungsi pendidikan sebagai upaya penanaman nilai-nilai bagi pembentukan watak kepribadian anak didik.
Guru dalam pandagan Islam, sangat kompleks artinya karena ia bukan hanya sebagai tranfer of knowladge, tetapi guru dalam pandangarn Islam ha yang jelas, dan sebagai rus menamkan sendi-sendi akidah yang jelas, dan sebagai suri teladan.
2. Profesionalitas Guru
Istilah profesi dan profesional mengandung berbagai konotasi. Profesi sering diartikan sebagai suatu mata pencaharian (pekerjaan) untuk memperoleh nafkah, mulai dari pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian tetapi mengandalkan tenaga, seperti pemulung, kuli bangunan, dan tukang becak, sampai pekerjaan yang memerlukan pendidikaan keahlian (spesialisasi), seperti perekayasaan (engineerring), kedokteran keahlian, hukum dan kependidikan
Profesionalitas berasal dari kata profesi yang dapat diartikan sebagai jenis pekerjaan yang khas atas pekerjaan yang memerlukan pengetahuan atau dapat juga berarti beberapa keahlian dengan orang lain, instansi, atau sebuah lembaga. Profesional adalah seseorang yang memiliki saperangkat pengetahuan atau keahlian yang khas dari profesinya.
Profesionalitas merupakan kepemilikan seperangkat keahlian atau kepakaran di bidang tertentu yang dilegalkan berhak dengan sertifikat oleh sebuah lembaga. Seorang yang profesional berhak memperoleh reward yang layak dan wajar yang menjadi pendukung utama dalam merintis kariernya kedepan.
Profesional adalah cara individu melihat keluar dari dunianya. Sesuatu yang berhubungan denga apa yang mereka lakukan terhadap organisasi dan profesi yang mereka emban. Bagi pendidik , secara sederhana dapat diwujudkan dalam bentuk hasil karya ilmiah, seperti buku yang telah mereka tulis atau pembelajaran yang mereka lakukan sesuai dengan kebutuhan. Bagi karyawan. Apakah mereka telah melakukan kerja sesuai dengan prosedur organisasinya dan apakah mereka telah memberikan pelayanan serta melakukan persiapan dengan baik.[4]
Casteter juga memberikan pandangan mengenai profesional ini yang diasumsikan sebagai seseorang yang menghabiskan sebagian waktunya di dalam pembelajaran tertentu. Mereka ini merupakan individu yang memiliki sertifikasi profesional.[5]
Menurut Porter sebagaimana yang dikutip oleh Karl Tan Beng San [6] tenaga profesional yang akan mampu menghadapi persaingan dunia global dalam era milenium ini sekurang-kurangnya memiliki limna karakteristik ketrampilan yaitu:
1. Memiliki Keterampilan Dasar (basic skill)
Keterampilan dasar yang dimaksud di sini adalah ilmu dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan di sekolah formal. Seseorang yang memiliki kualitas profesional harus menguasai subtansi bidang keahliannya. Hal ini berarti sikap prifesional mengisyaratkan akan pentingnya upaya peningkatan kualitas secara terus menerus agar mampu mengahadapi berbagai persoalan yang berkaitan dengan bidang keahliannnya secara kontekstual.
Adapun profil kemampuan dasar bagi seorang pendidik adalah:
a. Menguasai materi pembelajaran, baik dalam kurikulum maupun aplikasinya dalam materi pembelajaran.
b. Mampu mengelola program pembelajaran dengan merumuskan tujuan instruksional, menggunakan metode mengajar dan prosedur instruksioinal yang tepat , serta memahami kemampuan siswa ,
c. Mampu mengelolo kelas ( ruang belajar ) dan menciptakan iklim pembelajaran yang kondusip.
d. Menggunakan media atau sumber belajar terutama dalam memanfaatkan laboraterium dan perpustakaan dalam proses pembelajaran.
e. Menguasai landasan-landasan kependidikan, baik secara konseptual maupun praktikal.
f. Mampu mengelola intraksi proses pembelajaran dan memberikan penilaian yang komprehensip kepada siswa.
2. Menguasai Ketrampilan Khusus (spesialisasi)
Saat ini kecenderungan dunia kerja akan bertumpu pada spesialisasi Tenaga kerja yang memiliki leahliuan khusus akan mampu bertahan dan bersaing di abad mendatang. Di masa sekarang sangat dibutuhkan seseorang yang memiliki kemampuan secara motodologi untuk menerapkan keahliannya dalam kehidupan dunia nyata dan selanjutnya maupun merancang dan meneropong perkembangan bidang keahliannya dari waktu se waktu.
3. Menguasai Keterampilan Komputer.
Penggunaan komputer kini telah merambah dunia. Hampir semua sisi kehidupan ummat manusia tidak terlepas dari peran komputer. Kehidupan manusia di abad mendatang akan sangat tergantung pada pelayanan komnputer. Hubungan komonikasi dengan internet, jaringan online dalam perbankan dan dunia bisnis semuanya menggunakan prangkat komputer termasuk juga dunia pendidikan. Oleh karena itu, sosok tenaga kerja yang dibutuhkan di masa ini adalah mereka yang mengertikan dan menguasai komputer, baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya.
4. Menguasai Keterampilan Berkomonikasi dengan Bahasa Asing.
Berkomonikasi dengan bahasa asing, terutama dengan bahasa inggris mutalk diperlukan di era globalisasi ini. Penguasaan bahasa asing menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan komonikasi profesional dalam mengemabangkan tugasnya.
5. Menguasai Keterampilan Manajerial dan Kepemimpinan.
Kompetensi manajerial ini di tandai oleh kemampuan dan mengelola organisasi menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna. Salah satu cirinya ini adalah kemampuan menerjemahkan visi dan misi lembaga ke dalam situasi oprasional. Hal ini menjadi penting karena organisasi yang harus dengan cepat dapat diimplementasikan ke dalam kehidupan praktis di lembaga yang bersangkutan.
Seorang yang profesional, di manapun mereka berada akan memiliki keamapuan untuk bekerja sama, saling percaya dan dapat mengatur strategi terbuka menerima ide-ide baru, mencari, melihat, dan memecahkan masalah serta mengumpulkan dan menganalisis data, sekaligus meningkatkan kemapuan pribadi untuk menanganinya dan bukan sekedar mengikuti standar prosedur pemecahan masalah yang dipraktekkan dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Mukhtar Luthfi dari Universitas Riau (lihat mimbar, 3, 1984;44) seseorang memiliki profesi bila ia memenuhi kriteria sebagai berikut : (1) profesi harus memiliki keahlian artinya, suatu profesi itu ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu, Keahlian itu diperoleh dengan cara mempelajarinya secara khusus, profesi bukan di warisi, (2) Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Profesi dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban; sepenuhnya waktu maksudnya bukan parttime, (3) profesi memiliki teori-teori yang baku secara universa. Artinya profesi itu dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbuka, pegangannya diakui, (4) prpfesi adalah untuk masyarakat bukn untuk diri sendiri, (5) profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikasi, (6) pemegang profesi memiliki otonomni dalam melakukan tugas profesinya. Otonomi ini hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekannya seprofesi. (7) profesi harus mempunyai klien yang jelas yaitu orang yang membutuhkan layanan.[7]
Selanjutnya Finn (1953) menambahkan bahwa suatu profesi memerlukan organisasi itu. Funn menyatakan pula bahwa suatu profesi harus mengenali dengan jelas hubungannya dengan profesi lain.
6. Tugas Guru
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasioinal (UUSPN) Pasal 27 ayat (3) dikemukakan bahwa guru adalah tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar. Di samping itu, ia mempunyai tugas lain yang bersifat pendukung, yaitu membimbing dan mengelola administrasi sekolah . Tiga tugas ini mewujudkan tiga dan mengelola administrasi sekolah. Tiga tugas ini mewujudkan tiga layanan yang harus diberikan oleh guru kepada pelajar dan tiga peranan yang harus dijalankannya. Tiga layanan di maksud adalah:
1. Layanan instruksional.
2. Layanan bantuan (bimbingan dan konseling) serta.
3. Layanan administrator kelas.
Adapun tiga peranan guru adalah:
1. SebagaI pengajar;
2. Sebagai pembimbing dan
3. Sebagai administrator kelas.
Sebagai pengajar, guru mempunyai tugas menyelenggarakan proses belajar-mengajar. Tugas yang mengisi porsi terbesar dari profesi keguruan ini pada garis besarnya meliputi empat pokok yaitu:
1. Menguasai bahan pengajaran
2. Merencanakan, memimpin dan mengelola proses belajar serta
3. Menilai kegiatan belajar mengajar
Sebagai pembimbing, guru mempunyai tugas memberi bimbingan kepada pelajar dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, sebab proses belajar mengajar berkaitan erat dengan berbagai masalahdi luar kelas yang bersifat non-akademis.
Tugas guru sebagai administrator mencakup keterlaksanaan bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya seperti mengelola sekolah, memanfaatkan prosudur dan mekanesme pengelolaan tersebut untuk melancarkan tugasnya, serta bertindak sesuai dengan etika jabatan.
Di samping memiliki tugas-tugas di atas, guru memiliki juga kewajiban yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai salah satu komponen tenaga kependidikan. Kewajiban dimaksud dikemukakan di dalam UUSPN Pasal 31 sebagai berikut:
1. Membina loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideologi Negara Pancasila dan Undangpundang Dasar 1945.
2. Menjunjung tinggi kebudayaan bangsa
3. Melaksanakan tugas dengan penuh tangung jawab dan pengabdian.
4. Menikngkatkan kemapuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.
5. Menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat bangsa dan negara.
7. Tanggung jawab Guru.
Bagi guru PAI tugas dan kewajiban sebagaimana dikemukakan di atas merupakan amanat yang diterima oleh guru atas dasar pilihannya untuk memangku jabatan guru. Amanat tersebut wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Allah Berfirman dalam Al-Qur’an S. An-Nisa’ Ayat: 58:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (Q.S. An-Nisa’ (4) : 58).[8]
Tanggung jawab guru adalah meyakinkannya bahwa segala tindakannya dalam melaksanakan tugas dan kewajiban didasarkan atas pertimbangan profesional secara tepat. Pekerjaan guru menurut kesungguhan dalam berbagai hal. Karenanya perginya posisi dan persyaratan para “pekerjaan pendidikan” atau orang-orang yang disebut pendidikan karena pekerjaannya ini patut mendapat pertimbangan dan perhatian yang sungguh-sungguh pula. Pertimbangan tersebut dimaksudkan agar usaha pendidikan tidak jatuh ketangan orang-orang yang bukan ahlinya, yang dapat mengakibatkan banyak kerugian. Rasulullah saw. Mengingatkan hal ini di dalam hadis sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Abu Huraerah:
Ketika Nabi saw. Berada di dalam mejelis dan berbicara kepada kaum, seorang Arab Badwi datang seraya brtanya “Kapankah kiamat tiba?” Rasulullah saw. Terus saja berbicara (seakan-akan tidak mendengar pertanyaan orang tersebut). Sebagaian orang berkata “Beliau mendengar pertanyaan tadi, tetapi tidak suka dengan apa yang ditanyakan” “Sebagaimana lain berkata, “Bahkan beliau tidak mendengarkan. “ Baru ketika pembicaraannya selesai beliau bertanya, “Mana orang yang bertanya tentang kiamat tadi?” orang yang bertanya menjawab, “ini saya, ya Rasulullah” Beliau menjawab” Apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah kiamat” Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana menyia-nyiakan amanat itu? “Beliau menjawab. “ Apabila suatu urusan diserahkan bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat itu” (H. R. al-Bukahary)
Tanggung jawab guru PAI terhadap amanatnya sebagaimana dikemukakan di atas, seharusnya diwujudkan dalam upaya mengembangkan profesionalismenya yaitu, mengembangkan mutu, kualitas dan tindak tanduknya.
8. Profesi Keguruan
Kata profesi dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai bidang peekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan lain-lain) tertentu, di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta buku (standar) layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa propfesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang secara khusus dipersepsikan untuk itu. Dengan kata lain, profesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.
Dari waktu ke waktu konseptualisasi profesi terus mengalami perkembangan. Di Amerika, pada awal abad ke-20, profesi ditentukan pada pelatihan dan kualifikasi. Pelatihan dibuktikan dengan surat-surat tanda tamat belajar kependidikan, sementara kualifikasi diterangkan dengan sejumlah karakteristik, termasuk ujian, pengalaman dan reputasi ysng berhubungan dengan keefektifan di dalam pekerjaan. Definisi ini telah menimbulkan beberapa implikasi, antara lain lahirnya suatu masyarakat ekslusif dan terciptanya hubungan yang bersifat vertikal antara seorang profesional dengan supervesor atau pihak-pihak lain yang merumuskan rumus-rumus profesi.
Konsep tradisional ini berkembang di dalam model administrasi “gaya mesin” yang digunakan untuk mempertahankan sistem politik gaya lain, ketika reformasi bergulir dan semangat kebebasan berkembang, berbagai tuntutan profesi telah melahirkan definisi alternatif. Defenisi ini di satu pihak mengembangkan otonomi seorang profesional dan di pihak lain menitipberatkan pada pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan pihak yang di layani. Menurut definisi ini, seorang profesional adalah yang terlibat secara luas dalam suatu posisi untuk mempengaruhi nasib kliennya . Dengan perkataan lain, seorang profesional menjalin hubungan profesional menjalin hubungannya secara aktual ataupun potensial dengan kliennya dalam bentuk yang disebut hubungan hidup mati. Disamping itu hubungan yang terjalin antara profesional dengan klien bersifat horisontal dan ekuivalen. Implikasinya seorang profesional dituntuk untuk hanya memiliki pemahaman yang menyeruh tentang hukum-hukum dan aturan-aturan teknis yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya, tetapi juga tentang karakteristik dan kondisi kliennya. Orang yang profesional dituntut memiliki pengetahuan tentang kepribadian, motivasi dan aspirasi orang-orang yang dilayaninya.
Berdasarkan perkembangan tuntutan seperti dikemukakan di atas, profesi dipandang sebagai suatu pekerjaan yang memiliki atribut (ciri-ciri atau indikator-indikator) tingkat tinggi. Profesi dapat dipandang sebagai suatu bangunan ideal. Di dalamnya pekerjaan-pedkerjaan individu bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan perangkat atribut yang dibutuhkan. Dengan demikian, pekerjaan dapat bervariasi dalam suatu kontinum dari yang tidak profesiuonal sampai profesional tingi. Demikian pula para profesional akan bervariasi dalam tingkat profesionalnya sesuai dengan tingkat perangkat atribut profesional yang dimilikinya.
9. Persiapan Guru.
Meskipun demikian, bagi orang-orang yang berminat menjadi guru yang baik, kini telah tersedia sejumlah metode yang cukup dapat diandalkan meningkatkan keterampilan mengajar, mungkin saja mereka tidak memiliki bakat sebesar guru “yang dilahirkan”. Namun sekurang-kurangnnya mereka masih dapat berguna sebagai inspirator bagi para kolega maupun pelajarnya. Sebaiknya, orang-orang yang berkeinginan memperbaiki dirinya dengan menggunakan metode-metode semacam itu di pandang saja sebagai profesional. Mereka merupakan pelaksana-pelaksana berkompeten yang dapat memanfaatkan spesialisasinya untuk terus menerus memperbaiki diri.
Di samping itu, mengajar bukan pekerjaan yang statis, hal itu karena pengajaran didasrkan atas filsafat kehidupan negara, ilmu dan kebutuhan pendidikan yang menurut sifatnya terus menerus berkembang, seorang calon guru harus sudah siap sebelum memangku jabat5an guru, Baik siap untuk terkanjun melaksanakan tugas maupun sikap menghadapi perkembangan yang akan terjadi. Untuk memenuhi maksud-maksud tersebut, calon guru perlu mengikuti pendidikan, yaitu pendidikan yang mempersiapkannya untuk memegang jabatan, ia juga perlu senantiasa mengikuti pendidikan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemapuan. Pendidikan pra jabatan keguruan bisa ditempuh dari salah satu dari dua alur. Pertama, program pendidikan keguruan merupakan program terpadu yang berlangsung dalam jangka yang panjang dan dan memadukan antara bidang keahlian mengajar dan bidang keahlian pengetahuan yang diajarkan. Kedua program keahlian mengajarkan dipelajari secara terpisah dalam jangka pendek setelah calon guru menyelesaikan program studi dalam bidang keahlian pengetahuan yang diajarkan.
Program pendidikan integratif dapat diselenggarakan dalam masa 6 sampai dengan 8 semester, sedangkan program pendidikan jangka pendek berlangsung selamaa 1 sampai dengan 2 semester, sementara itu pendidikan dalam menjabat diselenggarakan dalam upaya memfasilitasi para guru agar tetap dapat mengikuti perkembangan dalam lapangannya. Pendidikan ini dapat diselenggarakan dalam bentuk penataran, lokakarya , rapat kerja , seminar dan sebagainya.
10. Syarat-syarat Menjadi Guru.
Dari uraian di muka telah jelas bahwa pekerjaan guru itu berat, tetapi luhur dan mulia. Tugas guru tidak hanya “mengajar” tetapi juga “Mendidik” maka, untuk melakukan tugas sebagai guru, tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat-syarat yang di dalam Undang-undang no 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar prndidikan dan pengejaran di sekolah untuk seluruh Indonesia, pada pasal 15 dinyatakan tentang guru sebagai berikut:
Syarat utama untuk menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberi pendidikan dan pengajaran seperti yang dimaksud dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 undang-undang ini.
Dari pasal-pasal tersebutimpulkan maka syarat-syarat untuk menjadi guru dapat kita simpulkan sebagai berikut:
§ Berijazah
§ Sehat jasmani dan rohani
§ Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berkelakuan baik
§ Bertanggung Jawab
§ Berjiwa Nasional.[9]
a. Berijazah
Tentu saja yang dimasud dengan ijazah di sini ialah yang dapat memberi wewenang untuk menjelankan tugas sebagai guru di suatu sekolah tertentu. Pemerintah telah mengedakan berbagai sekolah dan kursus-kursus serta akademi-akademi yang khusus untuk mendidik orang-orang yang akan ditugaskan menjadi guru di berbagai sekolah, sesuai dengan wewenang Ijazahnya masing-masing. Jelaslah bahwa dan bermacam-macam sekolah yang ada, yang dibutuhkan oleh masyarakat dan negara.[10]
Dalam hal ini, janganlah kita salah mengerti, menyangka bahwa pemerintah masih berpaham kolonial yang mau memecah belah guru-guru mdengan mengadakan nberbagai macam ijazah sekolah guru. Sama sekali bukan itu tentunya yang dimaksud oleh pemerintah kita. Justru sebaliknyalah, sesuai dengan asas demokrasi kita, perliulah pemerintah mengadakan bermacam-bermacam sekolah yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan masyarakat kita pada umumnya dengan demikin dapatlah terpenuhi, dan pembawaannya masing-masing, sebab bagaimanapun juga, kita tidak dapat memungkiri bahwa di dalam tiap-tiap masyarakat yang sedang membangun dibutuhkan berbagai macam ahli untuk berbagai jabatan atau pekerjaan.
Kembali kita pada ijazah sebagai syarat kita untuk menjadi guru, ijazah bukanlah semata-mata sehelai kertas saja. Ijazah adalah surat bukti yang menunjukkan bahwa seorang telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan-kesanggupan yang tertentu, yang diperlukan untuk suatu jabatan atau pekerjaan.
Sudah dapat dipastikan bahwa setiap oarang yang berijzah itu dapat menjalankan tugasnya dengan baik ? Teterntu saja belum ! tiap-tiap orang membutuhkan pengalaman-pengalaman dalam pekerjaannya untuk memperbaiki dan mempertinggi hasil pekerjaannya, juga kita mengetahui bahwa tiap-tiap orang berbeda-beda tempramen, watak dan kepribadiannya. Hal itu menyebabkan hasil dan kemajuan pekerjaan seserang tidak sama pula. Ijazah yang sama tidak berarti bahwa cara dan hasil dari pekerjaan orang-orangnya sama pula.
Biarpun demikian, untuk menjadi seseorang pendidik haruslah memiliki ijazah yang diperlukan. Itulah bukti bahwa yang bersangkutan telah mempunyai wewenang, telah dipercayai oleh negara dan masyarakat untuk menjalankan tugasnya sebagai guru.
b. Sehat Jasmani dan Rohani
Tiap-tiap pekerjaan membutuhkan syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh orang yang akan melakukan pekerjaan pekerjaan itu dengan baik dan berhasil. Ingatlah akan syarat-syarat yang dituntut dari seseorang yang hendak melamar menjadi tentara, angkatan udara, angkatan laut, polisi dan sebagainya, kesehatan jasmani dan rohani adalah salah satu syarat yang penting bagi jika badannya selalu diserang oleh suatu penyakit.
Sebagai calon gurupun sayarat kesehatan itu merupakan syarat yang tidak dapat diabaikan, seorang guru ynag berpenyakit menular akan memabahayakan kesehatan anak-anak dan memabawa akibat yang didak baik dalam tugasnya sebagai pengajar dan pendidik. Seorang guru cacat matanya atau mukanya, umpamanya akan mengakibatkan tertawaan dan ejekan murid-murid, yang sudah tentu akan mendatangkan hasil yang timpang, misalnya tidak mungkin dapat memberi pelajaran gerak badan yang sebaik-baiknya kepada murid-muridnya.
Demikianlah, kesehatan merupakan syarat utama bagi guru, sebagai oarng yang setiap hari bekerja dan bergaul dengan dan diantara anak-anak.
c. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Syarat ini sebenarnya tidak terlalu dipersoalkan bagi, dalam GBHN 1983-1988 antara lain dinyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalamndang-udang Nomor 12 Tahun 1954 pasal 3 dinyatakan: Tujuan pendidikan ialah membentuk manusia susila. Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kesusilaan watak atau budi pekerti yang baik, tidak mungkin akan diberikan oleh orang yang tidak berke-Tuhanan Yang Maha Easa atau taat beribadah menjalankan agamanya dan tidak berkelakuan baik. Pembentukan manusia susilah yang taqwa kepada Tuhan Maha Esa hanya mungkin dengan norma-norma agama dan masyarakat serta peraturan-peraturan yang berlaku.
Memang untuk mengetahui seseorang itu taat beragama dan berkelakukan baik atau tidak adalah suatu hal yang sangat sulit karena hal tersebut tidak dapat diperiksa dengan ujian atau tes. Dengan ujian tes orang hanya dapat mengetahui sebagaian kecil saja tingkat laku dan kepribadian seseorang.
Meskipun demikian tiap-tiap oarang yang akan memasuki sesauatu pekerjaan apalagi pekerjaan sebagai guru, harus memiliki surat keterangan berkelakuan baik dari yang berwajib. Apabila ia melakukan kejahatan ijazahnya dapat dicabut oleh pemerintah yang berarti bahwa ia diberhenrtikan dari jabatannya sebagai guru.
d. Bertanggung Jawab.
Di dalam pasal 3 yang telah berkali-kali kita bicarakan itu dinyatakan bahwa tujuan pendidikan, selain membentuk manusia susila yang cakap, juga manusia yang bertanggung jawab atas kejahteraan masyarakat dan atau tanah air. Hal ini berarti bahwa guru harus berusaha mendidik anak-anak menjadi warga negara yang baik, warga negara yang menginsapi tugasnya seabagai warga negara dari satu negara yang dimokratis, harus turut serta memikul tanggung jawab atas kemajuan dan kemakmuran negara dan bangsanya.
Pembentukan warga negara yang dimokratis dan bertanggung jawab itu sungguh suatu tugas yang tidak mudah, dan hanya dapat dilakukan oleh orang yang berjiwa nasional itu memerlukan orang-orang yang berjiwa dimokratis dan yang mempunyai tanggung jawab pula.
Jelaslah bahwa seorang guru harus seorang yang bertanggung jawab seabagai seorang guru, tentu saja pertama-tama harus bertanggung jawab kepada tugasnya sebagai guru, yaitu mengajar dan mendidik anak-anak yang telah dipercayakan kepadanya. Di samping itu tidak boleh pula dilupakan tugas-tugas dan pekerjaan lain yang memerlukan tanggung jawabnya. Selain tugasnya sebagai guru disekolah, gurupun merupakan anggota masyarakat yang mempunyai tugas dan kewajiban lain.
c. Berjiwa Nasional.
Bangsa Indonesia terdiri dari beratus suku bangsa yang berlain-lain bahasa dan adat-Istiadatnya. Tambahanpula telah kurang lebih 350 tahun bangsa indonesia mengalami penjajahan bangsa asing yang telah sengaja memecah belah persatuan nasionalnya dengan berbagai macam jalan. Untuk menanamkan kembali perasaan jiwa kebangsaan itu merupakan tugas yang penting untuk mendidik anak-anak sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah digariskan oleh MPR seperti dinyatakan di dalam HBHN 1983-1988 dan UUD 1945.
Dalam hal menanamkan perasaan nasional itu guru hendaklah selalu ingat dan menjaga agar jangan sampai timbul chouvinisme, yaitu perasaan kebangsaan yang sangat berlebih-lebihan.
C. KESIMPULAN.
Pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap negara, pemerintah dan individu yang ingin maju. Penyelenggaraan pendidikan merupakan kebutuhan sekaligus tangung jawab kita semua, kita senantiasa membutuhkan pendidikan yang berkualitas yang ditandai dengan kemapuan untuk berkompetensi yang sarat dengan nilai moral dan agama dalam prespektif budaya lokal dan global, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Kualitas pendidikan yang kita miliki merupakan cerminan dari kometmen kita pada upaya pembenahan kualitas ilmu, moral dan intelektual, serta kesiapan kitra untuk turut berpacu dalam mennyongsong masa depan yang lebih baik.
Seiring dengan itu pendidik harus dibekali dengan sejumlah kompetensi dan profesionalitas termasuk juga bagaimana menyiapkan dan mengelola pembelajaran, manajmen sampai kepada model-model pembelajaran dan evaluasi secara komprensif.
Daftar Pustaka
H. M. Suparta Noer Aly, (2003),” Metodologi Pengajaran Agama Islam”, :Jakarta .
.
Undang-undang R. I. N0 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. BP. Cipta Jaya, Jakarta , 2000.
Abdul Racman Shaleh, (2000), “Pendidikan Agama Dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi”, PT. Gemawindu Pancaperkasa, Jakarta .
Annie Brooking, (1999), “Comperate Memory: Strategies for knowledge managment “(London Inte3rnasional Thomson Business Press.
Casteter , (1981),”The Personnel Function in Educational Adnibistion”, New York : Maemallan Publishing Co, Inc.
Karl Tan Beng San, (1998),”Peluang dan Tantangan-tantangan Tenaga Profesional Tingkat Menengah di Asia Pasifik pada Abad ke-21”, (Makalah Seminar) (Palembvangf : Politeknik Negeri Sri Wijaya.
Ahmad Tafsir, (2000),”Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam”, Remaja Rosdakarya: Bandung ,
Al-Qur’an dan Terjemahannya (1999) (Revisi Terbaru) Departemen Agama RI , Diterbitkan CV: Asy Syifa’ Semarang .
M. Ngalim Purwanto,(2003),”Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis”, Remaja: Bandung ,
MAKALAH PERBAIKAN NILAI
GURU DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIKAN ISLAM
PADA MATA KULIAH
POLITIK PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN
PENDIDIKAN
OLEH:
MOH. JUFRI
NIM. P.m.1.206.0447
Dosen Pembimbing
PROF.DR. H. AMIR FAISOL, M. Pd.
KONSENTRASI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
PROGRAM PASCASARJANA
IAIN SULTHAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI
2008
[2]Lihat. Undang-undang R. I. N0 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. BP. Cipta Jaya, Jakarta , 2000, pp. 8-9
[3]Lihat. Abdul Racman Shaleh, (2000), “Pendidikan Agama Dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi”, PT. Gemawindu Pancaperkasa, Jakarta , p. 165
[4]Lihat. Annie Brooking, (1999), “Comperate Memory: Strategies for knowledge managment “(London Inte3rnasional Thomson Business Press, p. 149
[5]Lihat. Casteter , (1981),”The Personnel Function in Educational Adnibistion”, New York : Maemallan Publishing Co, Inc, p. 94
[6]Lihat. Karl Tan Beng San, (1998),”Peluang dan Tantangan-tantangan Tenaga Profesional Tingkat Menengah di Asia Pasifik pada Abad ke-21”, (Makalah Seminar) (Palembvangf : Politeknik Negeri Sri Wijaya.
[7]Lihat. Ahmad Tafsir, (2000),”Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam”, Remaja Rosdakarya: Bandung , p. 107
[8]Lihat. Al-Qur’an dan Terjemahannya (1999) (Revisi Terbaru) Departemen Agama RI , Diterbitkan CV: Asy Syifa’ Semarang p. .
[9]Lihat. M. Ngalim Purwanto,(2003),”Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis”, Remaja: Bandung , p. 139.
[10]Lihat. Ibid. p 140
Tidak ada komentar:
Posting Komentar