Jumat, 13 Januari 2012

Menggali Hikmah dari Peristiwa Hijrah*

Oleh : Drs. H. Moh. Jufri

Prolog: Sekilas Mengenang Peristiwa Hijrah

Kekejaman dan penindasan semakin menjadi-jadi ketika kaum musyrikin Quraisy mendengar berita hijrahnya beberapa sahabat Nabi SAW menuju kota Yatsrib. Berbagai macam usaha yang telah mereka tempuh untuk menghentikan dakwah Rasulullah SAW di Makkah terbukti gagal. Umat Islam bukan semakin takut dan berkurang. Justru sebaliknya, jumlah mereka semakin hari semakin bertambah dan menguat. Semakin berat ancaman dan siksaan yang ditimpakan, justru semakin kokoh keyakinan yang menghujam dalam hati mereka. Cahaya Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW telah merasuk ke dalam jiwa-jiwa para sahabat. Keimanan mereka membaja dalam diri, menyatu dan mendarahdaging. Tak ada yang dapat melepaskannya. Bahkan ancaman kematian pun tak sanggup melunturkannya.
Berita tentang tanah baru yang dijadikan tempat hijrah oleh para sahabat Nabi SAW telah tersebar di kalangan pembesar Quraisy. Ketenangan mereka menjadi terganggu oleh berita itu. Bayang-bayang ketakutan menghantui mereka jika Nabi Muhammad SAW sampai berhasil mendirikan sebuah negara besar yang terdiri dari komunitas-komunitas yang loyal kepadanya. Hal itu tentu akan mengancam kepentingan mereka.
Dalam sebuah balai yang dikenal dengan Dar An Nadwah, para pembesar musyrikin Quraisy berkumpul untuk menyusun sebuah konspirasi guna membendung arus dakwah Rasulullah SAW yang semakin hari semakin pesat. Balai itu lazim digunakan untuk melakukan pertemuan-pertemuan penting di kalangan pembesar Quraisy. Kesepakatan pun dicapai, mereka memutuskan untuk mengirim beberapa pemuda berbadan kekar dari setiap kabilah yang ada di Makkah, masing-masing kabilah mengirim seorang pemuda, dengan tujuan untuk mengepung kediaman Rasulullah SAW. Rencana itu bukan tanpa perhitungan. Mereka sengaja melakukannya agar kabilah Bani Manaf tidak mampu membalas dendam jika salah seorang di antara anggotanya (yaitu Muhammad SAW) terbunuh nantinya. Suatu rencana yang licik dan keji.
Akan tetapi Allah Maha Tahu, Dia mengutus Malaikat Jibril untuk memberitahukan kepada Rasulullah SAW tentang konspirasi tersebut. Perintah untuk berhijrah pun turun saat itu. Rasulullah SAW diizinkan meninggalkan Makkah, kota kelahirannya, demi menyelamatkan nyawanya yang terancam. Melalui wahyu dari Allah SWT, beliau diperintahkan untuk meninggalkan tempat tidurnya pada malam itu dan menggantikan posisinya dengan sepupunya, yaitu Ali bin Abi Thalib.
Proses hijrah pun berlangsung. Dengan ditemani sahabat terbaiknya, yaitu Abu Bakar As Siddik, Rasulullah SAW melakukan perjalanan di malam hari menuju kota Yatsrib (sekarang: Madinah). Di tengah perjalanan, beliau singgah pada sebuah gua bernama Gua Tsur untuk beristirahat. Sebelumnya, Abu Bakar telah mengutus putranya, Abdullah, untuk mengamati perkembangan berita terbaru di Makkah kemudian melaporkannya ke dalam gua.
Keesokan harinya, kota Makkah gempar. Para pembesar musyrikin Quraisy marah besar mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW telah kabur dari kota Makkah. Mereka merasa geram karena gagal menahan beliau. Bahkan rencana yang telah disusun rapi sebelumnya untuk menangkap beliau hidup-hidup pun gagal total.
Namun mereka tak menyerah. Sayembara segera digelar bagi siapapun yang mampu menangkap Nabi Muhammad SAW dalam keadaan hidup atau mati. Hadiah yang ditawarkan pun sangat menggiurkan, yaitu seratus ekor unta.
Di tengah gegap gempita kota Makkah mendengar kabar kepergian Rasulullah SAW, seorang musyrik bernama Suraqah bin Malik mendengar bocoran informasi tentang keberadaan Rasulullah SAW. Ia bergegas memacu kudanya guna menyusul jejak Rasulullah SAW. Ambisi untuk mendapatkan hadiah itu telah menjadikannya begitu terobsesi ingin menangkap Rasulullah SAW. Namun naas, ketika kudanya mulai mendekati posisi Rasulullah SAW, kakinya terjungkal ke dalam pasir gurun sehingga ia pun terpelanting ke tanah. Demikian hal itu terjadi berulang-ulang hingga akhirnya ia menyadari bahwa ia tak mungkin dapat menangkap Rasulullah SAW karena beliau mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. Ia pun akhirnya kembali ke Makkah dengan tangan hampa.
Jauh hari sebelum melakukan hijrah, Rasulullah SAW telah mengirim beberapa utusan untuk menyebarkan dakwah Islam di Madinah. Duta pertama yang beliau kirim adalah Mush’ab bin Umair, seorang sahabat yang berasal dari keluarga konglomerat di Makkah yang rela meninggalkan kehidupan mewah demi memperjuangkan Islam. Beliau yang dijuluki sebagai Muqri’ Al Madinah bertugas mengajarkan Al Qur’an kepada penduduk Madinah.
Perjalanan hijrah terus berlanjut hingga akhirnya Rasulullah SAW dan sahabatnya, Abu Bakar As Siddik, sampai di kota Yatsrib. Penduduk Yatsrib yang telah sekian lama merindukan kedatangan sosok yang begitu mereka cintai, hari itu sangat bergembira ria. Kedatangan Rasulullah SAW itu disambut dengan sangat meriah. Orang muda dan tua, kecil dan besar, miskin dan kaya, semuanya keluar untuk menyambut kedatangan beliau. Mereka begitu rindu ingin melihat wajah Nabi Mulia yang diutus untuk menjadi Nabi akhir zaman sekaligus Nabi terakhir penutup para Nabi sebelumnya itu. Sejak saat itu pula nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinah hingga saat ini. Untuk mengenang peristiwa ini, para ahli sejarah menjadikan tahun itu sebagai permulaan kalender Islam atau sering dikenal dengan kalender Hijriyah.


HIJRAH KE MADINAH
PENDAHULUAN
Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi sebelum hijrah ke Madinah.
1. Dari generasi ke generasi, masyarakat Yahudi di Madinah dengan penuh harapan selalu menantikan Nabi Muhammad (SAW). Mereka ini selalu mengatakan kepada suku Aus dan Khazrij yang berkuasa di Madinah, “Jika Nabi Muhammad (SAW) telah datang maka dengan pertolongannya kami akan meruntuhkan kekuasaan kalian.”
2. Didalam musim haji tahun ke-sebelas Nabawi (kenabian), enam orang suku Khazrij menjumpai Rasulullah (SAW) dan memeluk Islam. Dengan jalan ini mereka berharap dapat menghukum orang-orang Yahudi dengan pertolongan dari beliau (SAW).Tahun berikutnya, bertambah lagi tujuh orang Madinah memeluk Islam. Rasulullah (SAW) mengutus Musaab bin Umair sebagai duta yang pertama sekaligus juru dakwah Islam.
3. Dalam tahun ke-13 Nabawi, 75 orang dari Madinah mengundang Nabi (SAW) untuk datang ke Madinah dan memberikan jaminan perlindungan terhadap beliau (SAW) dalam keadaan yang bagaimanapun juga.
4. Lebih jauh lagi, selain jaminan keamanan, diantara Nabi (SAW) dengan para tamu dari Madinah itu pun terjadi hal terpenting dalam sejarah, dimana ummat Muslim mendapatkan ‘tanah-kelahiran’ baru untuk memulai pengembangan masyarakat Muslim disana. Maka Rasulullah (SAW) pun memberikan ijin hijrah ke Madinah kepada ummat Muslim.
PENGORBANAN TERBESAR
Seorang Arab hanya dapat dikenali melalui ikatan kesukuannya. Jika ikatannya terputus maka ia pun menjadi ‘orang-hilang’ yang tanpa makna sekecil apapun. Siapa saja bisa membunuh si ‘orang-hilang’ itu tanpa harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Berhijrah berarti juga memutuskan diri dari ikatan kesukuan yang dimilikinya. Inilah pengorbanan terbesar yang telah dipilih oleh Nabi Muhammad (SAW) dan para pengikutnya, karena siapapun tidak perlu merasa takut untuk membunuh mereka.
Mereka melakukan pengorbanan sejauh itu hanya dan hanya demi untuk melaksanakan keIslaman mereka.
Suku Quraisy di Makkah amat sangat geram mengetahui orang-orang Muslim bersama dengan suku-suku berkuasa di Madinah. Maka mereka berbuat segala cara untuk menimpakan penderitaan kepada orang-orang Muslim atas hijrah mereka itu. Salah satu contoh, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Ishaq, Abu Salamah (RA) mencoba untuk hijrah dari Makkah ke Madinah bersama istri dan seorang anak mereka. Maka para iparnya pun mengambil istrinya secara paksa, sedangkan keluarganya sendiri juga melarikan anaknya. Maka ia pun berhijrah seorang diri. Sang Istri menangis berhari-hari karena dipisahkan dari suami dan anaknya. Berselang setahun kemudian seorang dari suku si istri menaruh iba kepadanya dan membantunya mendapatkan ijin hijrah ke Madinah bagi istri dan anak Abu Salamah (RA).
Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa ketika Suhaib (RA) berusaha hijrah, Orang Quraisy berkata kepadanya, “Ketika dulu kamu datang kemari, kamu sangat miskin dan tak dipandang sebelah mata. Kini kamu kaya raya. Kami tak kan relakan kamu pergi membawa kekayaanmu.” Suhaib (RA) menjawab, “Jika kuberikan semua kekayaanku kepada kalian, akankah kalian relakan aku pergi?" Mereka menyetujui. Suhaib (RA) menyerahkan semua hartanya kepada mereka dan berhijrahlah ia ke Madinah. Mengetahui hal ini Rasulullah (SAW) berkata, “Suhaib telah melakukan pertukaran yang menguntungkan dirinya. Sungguh, Suhaib benar-benar telah melakukan pertukaran yang menguntungkan dirinya.”
Semua muhajirin mengalami hal-hal serupa itu. Meskipun harus menghadapi hal sedemikian, hampir semua Muslim memilih berhijrah ke Madinah. Orang Quraisy begitu marah melihat kenyataan ini. Pada suatu malam, mereka menempatkan pasukan yang beranggotakan perwakilan masing-masing suku; satu suku mengutus satu orang; di sekeliling rumah Rasulullah (SAW). Mereka bahu-membahu untuk melakukan pembunuhan terhadap beliau ketika keluar rumah di pagi hari. Dengan cara demikian maka suku darimana Nabi SAW berasal takkan dapat menuntut balas terhadap semua suku yang terlibat.
Perhatikan Surah Al-Anfal, ayat 30 berikut ini:

Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu-daya.

Allah (SWT) memberitahu Rasulullah (SAW) perihal rencana jahat mereka. Beliau (SAW) kemudian menyampaikan kepada Ali (RA), “Tidurlah kamu di tempat tidurku dan berhijrahlah ke Madinah setelah kamu selesaikan pengembalian seluruh harta-benda (deposit) yang telah diamanahkan/dititipkan oleh orang-orang didalam rumahku.”
Beberapa Catatan Penting:
1. Bagaimanapun kebencian mereka, musuh-musuh yang haus darah itu paham betul bahwa Muhammad (SAW) adalah seorang yang amat dapat dipercaya. Maka mereka biasa menitipkan barang-barang berharga yang mereka miliki kepada beliau (SAW) demi alasan keamanan.
2. Sebelum Rasulullah (SAW) berhijrah, beliau memastikan terlebih dahulu bahwa barang-barang berharga titipan musuh-musuhnya, dalam keadaan bagaimanapun juga, harus dikembalikan kepada mereka.
3. Ali (RA) merasa yakin bahwa ia akan tetap selamat dan sanggup melaksanakan pesan yang sulit itu sebab yang menugaskannya adalah Rasulullah (SAW).
4. Nabi Muhammad (SAW) menhargai bakat yang dimiliki oleh Ali (RA) walaupun ketika itu Ali (RA) masih muda belia.
SEBUAH MUKJIZAT
Rasulullah (SAW) pergi meninggalkan rumah beliau pada malam hari dengan berjalan-kaki melewat musuh-musuh yang mengepung rumah beliau, sambil membaca ayat ke-9 dari Surah Yaa-Siin:

Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.

Maka Allah (SWT) pun menghalangi penglihatan mereka sehingga mereka tak dapat melihat Rasulullah (SAW) meskipun beliau sempat menaburkan debu keatas kepala setiap anggota pasukan yang mengepung di sekitar rumah beliau.
PERJALANAN HIJRAH RASULULLAH (SAW)
Dari rumah beliau; Rasulullah (SAW) pergi menuju rumah Abu Bakar (RA) dan kemudian mereka berdua melompat keluar melalui jendela belakang rumah dan melarikan diri di kegelapan malam sebagaimana telah direncanakan. Berdua saja mereka menempuh jarak lebih-kurang 7.5 Km menuju sebuah goa yang dikenal dengan sebutan “Goa Tsur”.
Orang-orang kafir amat sangat marah karena ternyata adalah Ali (RA) yang berada di tempat tidur Nabi Muhammad (SAW), maka pencarian dan pengejaran secara besar-besaran terhadap Rasulullah (SAW) pun mereka lakukan. Mereka mengumumkan sayembara berhadiah 100 ekor onta bagi siapa saja yang dapat menyerahkan kepala Nabi (SAW).
SATU MUKJIZAT LAGI
Sepasukan orang kafir telah sampai di depan goa Tsur. Mereka mendapati adanya sarang laba-laba di mulut goa. Mereka pun berkesimpulan bahwa Rasulullah (SAW) tidak masuk kedalam goa, sebab jika beliau (SAW) memasuki goa maka tentu sarang laba-laba itu telah rusak. Sekelompok yang lain, juga sampai di mulut goa itu dan mendapati sebuah sarang burung lengkap dengan beberapa butir telur burung yang berada tepat di mulut goa Tsur. Mereka pun berkesimpulan bahwa Rasulullah (SAW) tidak pernah masuk kedalam goa ini, sebab jika hal itu terjadi maka tentulah jaring laba-laba dan sarang burung itu sudah tidak lagi berada pada tempatnya.
Perhatikanlah hal ini; musuh sebenarnya hanya kira-kira satu meter dari beliau (SAW), namun Allah (SWT) melindungi Nabi-Nya dengan ciptaan-Nya yang paling rapuh; yakni sebuah jaring laba-laba.
Setiap kali, Abu Bakar (RA) berujar, “Jika saja musuh kita membungkukkan badan, mereka pasti dapat melihat kita.” Rasulullah pun menjawab, “Janganlah cemas, pertolongan Allah (SWT) menyertai kita.”.

Surah At-Taubah , ayat-40:

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka-cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Maka hanya atas Kasih-sayang Allah (SWT) sajalah mereka berdua bisa bersikap tenang didalam keadaan yang sedemikian genting, dan Allah pun menolong mereka berdua dengan pasukan-Nya yang tak terlihat oleh mata manusia.
DI DALAM GOA TSUR
Rasullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) tinggal di dalam goa Tsur pada hari Jum’at, Sabtu, dan Ahad. Selama itu, berlangsung pertolongan bagi mereka berdua.
1. Abdullah bin Abu Bakar (RA) mendatangi goa pada malam hari dan menyampaikan berita perihal berbagai rencana dan kegiatan orang-orang kafir kepada mereka berdua. Sebelum fajar ia sudah kembali ke Makkah sehingga seolah-olah ia selalu berada di Makkah.
2. Amar bin Fuhairah menggiring domba-domba gembalaannya ke dalam goa pada malam hari sehingga Rasulullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) bisa minum susu domba hingga cukup kenyang. Amar menggiring kembali domba-dombanya ke Makkah sebelum fajar selang beberapa waktu setelah Abdullah bin Abu Bakar kembali ke Makkah, dengan demikian jejak kaki Abdullah terhapus oleh jejak domba-domba itu.
3. Abdullah bin Ariqat Laitsi, seorang kafir yang dapat dipercaya dan bekerja sebagai pemandu yang diupah oleh Abu Bakar (RA) datang ke goa ini, setelah hari ke-tiga, membawa dua ekor onta.
4. Pada waktu itu Abu Bakar (RA) menawarkan satu dari onta itu kepada Nabi (SAW) sebagai hadiah. Namun beliau (SAW) memaksa membeli onta itu. Abu Bakar (RA) pun akhirnya bersedia menerima pembayaran sebesar empat ratus dirham untuk onta itu. Onta inilah yang kemudian dikenal sebagai onta Rasulullah (SAW) yang dinamai Quswa.
5. Dengan dipandu oleh Abdullah bin Ariqat, mereka berdua memulai perjalanan menuju Madinah. Amar juga menyertai perjalanan mereka.
MUKJIZAT BERIKUTNYA
Selama menempuh perjalanan dari makkah ke Madinah rombongan mereka lewat di dekat kemah Ummu Maabad. Mereka pun bertanya, “Adakah kamu memiliki sesuatu yang boleh kami makan atau minum?” Ia menjawab, “Maaf, sudah tidak ada sama sekali. Bahkan domba-domba kami pun sedang digembalakan jauh dari sini oleh suami saya.” Rasulullah (SAW) melihat seokor domba berada di dekat kemah, maka beliau pun bertanya, “Bagaimana dengan domba ini?” Ummu Maabad berkata, “Domba ini sangat lemah, tidak ada susu padanya setetes pun.” Nabi (SAW) bertanya, “Bolehkah aku coba memerah susunya?” Ia pun mempersilahkan, “Cobalah, sekiranya bisa mendapatkan susu darinya.”
Kemudian beliau (SAW) mengelus domba itu seraya memanjatkan doa dan mulai memerah susu domba itu dan ditampung dalam sebuah wadah. Ummu Maabad pun diberi minum susu domba itu hingga puas. Begitu juga dengan mereka yang menyertai beliau, mereka pun minum hingga puas.
Sekali lagi beliau memerah susu domba itu sepenuh wadah dan meninggalkannya untuk Ummu Maabad. Manakala suami Ummu Maabad kembali ke kemahnya, ia pun terperanjat melihat ada sediaan susu. Diceritakanlah kepada sang suami bahwa seorang yang sangat mulia akhlaqnya baru saja mengunjunginya. Ia gambarkan juga ciri-ciri tamunya itu. Sang suami berkata, “Ciri-cirinya serupa benar dengan seseorang yang sedang dicari-cari oleh orang-orang Quraisy. Semoga saja aku dapat menjadi sahabatnya.” (Zadul Ma'ad).
Adapun rombongan Rasulullah (SAW) melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Suraqah bin Malik mengejar mereka dengan menunggang kuda dan berharap dapat menangkap dan menyerahkan Nabi (SAW) kepada kaum Quraisy agar dapat memenangkan hadiah seratus ekor onta. Namun, begitu ia telah begitu dekat dengan rombongan itu, kuda yang ditungganginya terjatuh. Entah bagaimana, kaki kuda itu terbenam kedalam pasir. Ia telah mengupayakan empat hal dengan hasil yang sama. Suraqah menyadari bahwa ia telah berusaha menangkap Rasulullah (SAW). Ia berjalan menghampiri Nabi (SAW) dan menyampaikan maksud jahat dengan kehadirannya disitu. Suraqah memohon agar Rasulullah (SAW) memaafkan dirinya beserta semua warga sukunya, dan juga memohon agar beliau (SAW) tidak menuntut balas terhadap mereka kelak pada waktu menaklukan kaum Quraisy. Rasulullah (SAW) dengan sangat bijaksana meluluskan permintaan Suraqah. Kelak kemudian, Suraqah pun memeluk Islam. (Zadul Ma’ad).
Buraidah Aslami, seorang kepala suku, juga ikut melakukan pengejaran dan pencarian terhadap Rasulullah (SAW) demi memenangi sayembara berhadiah yang diadakan oleh kaum Quraisy. Ia telah mengetahui posisi rombongan Nabi (SAW) dan iapun mendekat dan berbicara kepada beliau (SAW), namun pada akhirnya beliaupun dapat menundukkan hati Buraidah, sehingga Buraidah berikut tujuh-puluh orang lelaki warganya pun memeluk Islam, diantaranya langsung pada saat itu dan ada juga yang kemudian. Ia kibarkan bendera putih yang terbuat dari sorbannya dan kembali pulang ke Makkah sambil mengumumkan dengan suara keras bahwa, Rasulullah; sang raja perdamaian dan keadilan; sedang dalam perjalanan. (dari kitab Rahmatul-‘Alamin oleh Mohammad Sulaiman).
TIBA DI QUBA’
Penduduk Madinah dan suku-suku di sekitarnya telah berhari-hari menantikan kedatangan Rasulullah (SAW), mereka duduk berkelompok di sekitar tempat tinggal mereka. Manakala telah tengah hari dimana terik matahari sudah tak tertahankan, mereka kembali masuk ke dalam rumah masing-masing. Di suatu siang, seorang Yahudi sedang mendaki sebuah bukit kecil bermaksud mencari sesuatu yang bisa berguna. Ia melihat Nabi (SAW) beserta para sahabat beliau dalam pakaian putih-putih sedang berjalan mendekati Quba’. Maka, dengan suara lantang ia umumkan hal ini kepada orang-orang Arab.
Ummat Muslim Quba’ pun bergegas keluar rumah berhiaskan pedang di tangan, penuh keriangan menyambut kehadiran Nabi Muhammad (SAW). Abu Bakar (RA) menjabat tangan dengan mereka satu-persatu, Nabi (SAW) duduk beristirahat. Pada waktu bersamaan, sinar matahari jatuh tepat ke wajah Rasulullah (SAW). Abu Bakar (RA) pun segera memayungkan selembar kain alas keatas Nabi (SAW) untuk melindungi beliau dari sengatan sinar matahari. Dengan demikan mengertilah mereka bahwa itulah Rasulullah (SAW). (Bukhari).
Maka saat itu juga orang-orang Yahudi menjadi saksi atas terpenuhinya janji Allah (SWT) didalam kitab suci mereka, dimana disebutkan didalamnya bahwa datangnya dari arah selatan, dan Sang Quddus (insan suci) itu berasal dari pegunungan Faran.
Selang beberapa hari kemudian, Nabi (SAW) mendirikan masjid di Quba sebagaimana disebutkan didalam Al-Qur’an. Beliau (SAW) dan seluruh sahabat terlibat langsung dalam pembangunan masjid ini. Semua Muslim adalah setara dan mereka semua sangat antusias untuk memperoleh balasan dari Allah (SWT). Setelah bermalam beberapa hari, Rasulullah (SAW) dan para sahabat melanjutkan perjalanan menuju Madinah pada hari Jum’at dan melaksanakan Shalat Jum’at di sebuah lahan di lingkungan suku Banu Salim Bin Auf. Sampai sekarang masih dapat kita saksikan sebuah masjid tegak berdiri di tempat itu, masjid itu dinamakan Masjid Jum’ah.
TIBA DI MADINAH
Setiba Rasulullah (SAW) di Madinah, onta beliau (Quswa) duduk di lahan terbuka di dekat rumah Abu Ayyub Ansari (RA). Maka beliau (SAW) pun menetap di tempat itu sampai terselesaikannya pendirian Masjid Nabawi dan sebuah tempat berteduh untuk beliau. Seluruh sahabat bersama-sama Nabi (SAW) juga secara langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid Nabawi, sebagaimana juga mereka melakukan bersama-sama dalam pembangunan Masjid Quba’.
Beberapa hari kemudian, istri Nabi (SAW); Saudah (RA); dua putri beliau Fatimah (RA) and Ummu Kulsum (RA), Usamah bin Zaid (RA), ‘Aisyah (RA) dan Ummu Aiman (RA) juga menyusul hijrah ke Madinah dibawah kawalan Abdullah bin Abu Bakar (RA). Adapun putri beliau seorang lagi, Zainab (RA), baru diijinkan hijrah ke Madinah setelah terjadi peperangan Badar.
Di Madinah, Rasulullah (SAW) memanjatkan doa (yang artinya) sebagai berikut, “Wahai Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan lebih dari itu. Kami mohon, jadikanlah iklimnya menyehatkan bagi kami. Tambahkanlah keberkahan didalam takaran (shaq dan mud) kami, dan pindahkanlah panasnya Madinah hingga ke Juhfah.” Allah (SWT) mengabulkan doa beliau dan beliaupun menetap di Madinah karena begitu cintanya beliau terhadap kota ini. (Bukhari).
ARTI PENTING HIJRAH
Hijrah telah membawa akibat-akibat yang lebih jauh:
1. Dari peristiwa ini, terjadi perubahan sosial. Islam sebagai sebuah kelompok/golongan didalam masyarakat telah berkembang menjadi sebuah kesatuan Ummat Islam. Maka sirnalah diskriminasi atas dasar warna kulit, kredo, ataupun kekayaan. Semua Muslim setara/egaliter.
2. Menurut para ahli sejarah Muslim, Rasulullah (SAW) tiba di Quba‘ pada tanggal 16 Juli 632 M. yang mana berada dalam bulan Muharram, dari sinilah dimulainya perhitungan kalender Hijriyah.
3. Adalah di Madinah, diletakkan dasar-dasar khilafah (pemerintahan) Islam. Peristiwa bersejarah berupa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama dengan kelompok Yahudi dan beberapa suku yang lain menjadi panduan bagi generasi-generasi yang kemudian.
4. Diantara sekian banyak sahabat Nabi (SAW), beliau memilih Abu Bakar (RA) sebagai teman dalam perjalanan hijrah. Hal ini di abadikan didalam Al-Quran, Surah At-Taubah. Ini merupakan penghargaan paling utama bagi Abu Bakar (RA).
5. Setiap orang yang berpola-pikir adil dan terbuka, dari tulisan ini dapat mengambil kesimpulan bahwa Abu Bakar (RA) telah memiliki peranan yang amat penting dalam peristiwa Hijrah. Maka sungguh amat menyedihkan bahwasanya sebagian orang masih menilai secara tidak adil terhadap diri sahabat yang demikian dihormati ini.

Buliran Hikmah Hijrah Rasulullah


Oleh : Drs. H. Moh. Jufri
Makna Hijrah :
Hijrah, dalam kamus Al-Munawir Arab Indonesia, berarti pindah ke negeri lain, hijrah dan migrasi. Kata ini berasal dari kata dasar hajara-yahjuru yang berarti memutuskan dan meninggalkan. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam bentuk nominal hijrah diartikan dengan perpindahan Nabi Muhammad saw. bersama sebagian pengikutnya dari Mekah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dsb. dari tekanan kaum kafir Quraisy, Mekah; dan dalam bentuk verbal, berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dsb).
Hijrah adalah istilah yang sudah lama berkembang dalam kepustakaan Islam. Hal ini disebabkan karena sebutan hijrah itu mempunyai makna tersendiri lebih dari sekedar harfiyahnya. Hijrah membawa akibat yang sangat jauh dalam pemantapan ajaran Islam dilihat dari segi sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Demikian jelas Ishom El Saha dalam Sketsa Al-Qur’an. Perpindahan ini bukan sekedar peralihan dari satu daerah ke daerah lainnya tetapi mengambil makna perpindahan dari satu situasi yang tidak baik ke situasi yang lebih baik. Demikian tulisnya lebih lanjut.
Dari pengertian hijrah di atas, maka ada dua makna yang dapat diambil, yaitu hijrah makani (perpindahan tempat), yakni dalam konteks fisik dan hijrah ma’nawi, yakni pada konteks non fisik.
Peristiwa Hijrah :
Kapankah tepatnya beliau hijrah ke Madinah? Beragam informasi dijumpai pada kitab-kitab tarikh tentang peristiwa itu. Imam at-Thabari dan Ibnu Ishaq menyatakan, “Sebelum sampai di Madinah (waktu itu bernama Yatsrib), Rasulullah saw. singgah di Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian atau 24 September 622 M waktu Dhuha (sekitar jam 8.00 atau 9.00). Di tempat ini, beliau tinggal di keluarga Amr bin ‘Auf selama empat hari (hingga hari Kamis 15 Rabi’ul Awwal atau 27 September 622 M. dan membangun masjid pertama (yang disebut masjid Quba). Pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal atau 28 September 622 M, beliau berangkat menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika beliau berada di Bathni wadin (lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin ‘Auf, datang kewajiban Jum’at (dengan turunnya ayat 9 surat al-Jum’ah). Maka Nabi shalat Jum’at bersama mereka dan khutbah di tempat itu. Inilah shalat Jum’at yang pertama di dalam sejarah Islam. Setelah melaksanakan shalat Jum’at, Nabi saw. melanjutkan perjalanan menuju Madinah”. (Lihat,Tarikh at-Thabari, I:571; Sirah Ibnu Hisyam, juz III, hal. 22; Tafsir al-Qurthubi, juz XVIII, hal. 98).
Keterangan di atas menunjukkan bahwa Nabi tiba di Madinah pada hari Jum’at 16 Rabi’ul Awwal atau 28 September 622 M. Sedangkan ahli tarikh lainnya berpendapat hari Senin 12 Rabi’ul Awwal atau 5 Oktober 621 M, namun ada pula yang menyatakan hari Jum’at 12 Rabi’ul Awwal atau 24 Maret 622 M.
Terlepas dari perbedaan tanggal dan tahun, baik hijriah maupun masehi, namun para ahli tarikh semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram (awal Muharram ketika itu jatuh pada tanggal 15 Juli 622 M). Demikian tulis Ibnu Muchtar dalam artikelnya.
Faktor Hijrah :
Ada tiga peristiwa hijrah yang terjadi pada masa Rasulullah saw. hijrah pertama pada bulan Rajab tahun ke lima setelah kenabian, ke Habasyah, dilaksanakan oleh sekelompok sahabat yang terdiri dari dua belas orang laki-laki dan orang wanita, yang dipimpin Ustman bin Affan. Hijrah ini didorong oleh berbagai tekanan yang dilancarkan orang-orang Quraisy sejak pertengahan atau akhir tahun keempat kenabian, terutamu diarahkan kepada orang-orang yang lemah. Hari demi hari dan bulan demi bulan tekanan mereka semakin keras hingga pertengahan tahun kelima, sehingga Mekah terasa sempit bagi orang-orang Muslim yang lemah itu. Mereka mulai berpikir untuk mencari jalan keluar dari siksaan yang pedih ini. Dalam kondisi yang sempit dan terjepit ini, Rasulullah saw. memerintahkan beberapa orang Muslim hijrah ke Habasyah, melepaskan diri dari cobaan sambil membawa agamanya.
Habasyah atau sekarang Ethiopia suatu daerah di ujung Utara Afrika, merupakan daerah yang Rasulullah saw. tahu, dikuasai oleh seorang raja yang adil bernama Ashamah An-Najasyi, tidak akan ada seorang pun teraniaya di sisinya.
Dengan berjalan mengendap-ngendap di tengah malam, mereka pergi menuju pinggir pantai, agar tidak diketahui orang-orang Quraisy. Secara kebetulan saat mereka tiba di pelabuhan Syaiban, ada dua kapal datang yang bertolak menuju Habasyah. Setelah orang-orang Quraisy mengetahui kepergian orang-orang Muslim ini, mereka segera mengejar. Tetapi ketika mereka tiba di pinggir pantai, orang-orang Muslim sudah bertolak dengan selamat. Orang-orang Muslim hidup di sana dengan mendapat perlakuan yang baik.
Peristiwa hijrah kedua pada bulan Syawwal tahun kesepuluh setelah kenabian, ke Tha’if, suatu daerah di sebelah tenggara Mekah, dilakukan oleh Rasulullah saw. sendiri dengan berjalan kaki bersama sahabat Zaid bin Haritsah. Hijrah ini dilaksanakan setelah terjadi dua peristiwa besar yang berpengaruh pada diri Rasullah saw. khususnya dan orang-orang Muslim pada umumnya, yaitu meninggalnya Abu Thalib, paman Rasulullah saw. yang tidak bisa digambarkan apa saja perlindungan yang diberikan Abu Thalib kepada Rasulullah saw. Dia benar-benar menjadi benteng yang ikut menjaga dakwah Islam dari serangan orang-orang yang sombong dan dungu. Peristiwa meninggalnya Abu Thalib ini terjadi pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari kenabian.
Kira-kira tiga bulan berselang setelah meninggalnya Abu Thalib, istri Rasulullah saw., Ummul Mukminin, Khadijah Al-Kubra meninggal dunia pula, tepatnya pada bulan Ramadhan pada tahun kesepuluh setelah kenabian.
Khadijah termasuk salah satu nikmat yang dianugrahkan Allah kepada Rasulullah saw. Dia mendampingi selama seperempat abad, menyayangi beliau di kala resah, melindungi beliau pada saat-saat yang kritis, menolong beliau dalam menyebarkan risalah, mendampingi beliau dalam menjalankan jihad yang berat, rela menyerahkan diri dan hartanya kepada beliau. Rasulullah saw. bersabda tentang dirinya, “Dia beriman kepadaku saat semua orang mengingkariku, membenarkan aku selagi semua orang mendustakan aku, menyerahkan hartanya kepadaku selagi semua orang tidak mau memberikannya. Allah menganugrahiku anak darinya selagi wanita selainnya tidak memberikan kepadaku.”
Dua peristiwa ini menorehkan perasaan duka dan lara di hati Rasulullah saw. belum lagi cobaan yang dilancarkan kaumnya, karena dengan kematian keduanya mereka semakin berani menyakiti dan mengganggu beliau. Mendung menjadi bertumpuk-tumpuk. Sehingga beliau hampir putus asa menghadapi mereka. Untuk itu beliau pergi ke Tha’if, dengan setitik harapan mereka, penduduk Tha’if, berkenan menerima dakwah atau minimal mau melindungi dan mengulurkan pertolongan dalam menghadapi kaum beliau. Sebab beliau tidak lagi melihat seseorang yang bisa memberi perlindungan dan pertolongan. Tetapi mereka menyakiti beliau secara kejam, yang justru tidak pernah beliau alami sebelum itu dari kaumnya.
Karena penderitaan yang bertumpuk-tumpuk pada tahun itu, maka beliau menyebutnya sebagai “Amul-huzni” (tahun duka cita), sehingga julukan ini pun terkenal dalam sejarah.
Peritistiwa hijrah ketiga menurut Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri terjadi pada tahun ke empat belas setelah kenabian, ke Madinah (sebelumnya disebut Yatsrib, yang jaraknya kurang-lebih 400 km dari Mekah), dilakukan secara bergelombang, yang diawali oleh Abu Salamah ra. kemudian diikuti oleh Mus’ab bin Umair ra. lalu disusul oleh para sahabat lainnya. Sedangkan Rasulullah saw. sendiri meninggalkan rumah beliau pada malam hari tanggal 27 Shaffar menuju rumah sahabat sejatinya, Abu Bakar ra. lalu berdua mereka meninggalkan rumah dari pintu belakang untuk keluar dari Mekah secara tergesa-gesa sebelum fajar menyingsing.
Rasululah saw. menyadari sepenuhnya bahwa tentunya orang-orang Quraisy akan mencarinya mati-matian, dan jalur satu-satunya yang akan mereka perkirakan adalah jalur utama ke Madinah yang mengarah ke utara. Untuk itu beliau justru mengambil jalur yang berbeda, yaitu jalur yang mengarah ke Yaman, dari Mekah ke arah selatan. Beliau menempuh jarak sekitar lima mil hingga tiba di sebuah gunung yang disebut Gunung Tsur. Ini termasuk jalan yang menanjak, sulit dan berat, banyak bebatuan besar yang harus dilewati. Beliau tidak menggunakan alas kaki, bahkan ada yang menuturkan bahwa beliau berjalan dengan cara berjinjit, agar tidak meninggalkan bekas telapak di tanah. Bagaimanapun keadaannya, yang pasti Abu Bakar sempat memapah beliau saat sudah tiba di gunung dan mengikat badan beliau dengan badannya hingga tiba di gua di puncak gunung. Gua itu dikenal dengan gua Tsur.
Di antara hal yang mendorong Rasulullah saw. untuk hijrah ke Madinah adalah ketiadaan bantuan dan perlindungan dari sanak familinya, yaitu setelah wafatnya Abu Thalib dan tampuk kepemimpinan Bani Hasyim beralih ke tangan Abu Lahab yang sama sekali menolak memberi perlindungan kepada Rasulullah saw. Di samping itu juga, kesediaan penduduk Madinah untuk menerima Rasulullah saw. dan membantunya menyiarkan Islam.
Setelah hijrah ke Madinah, posisi Rasulullah saw. dengan sendirinya mengalami perubahan dan perkembangan. Kalau di Mekah beliau hanya berfungsi sebagai Rasul yang mengajak manusia mengesakan Allah swt. sementara di Madinah beliau berperan tidak hanya sebagai sebagai Rasul tetapi sebagai pemimpin suatu masyarakat, masyarakat Arab Madinah yang terdiri dari berbagai agama tetapi bersatu di bawah kepemimpinan beliau. (Baca selengkapnya di Sirah Nabawiyah Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dan Sketsan Al-Qur’an)
Saatnya Melakukan Hijrah Sikap :
Hal penting yang perlu dilakukan setelah memperhatikan peristiwa hijrah adalah bagaimana membangun kesadaran diri dan masyarakat dari peristiwa tersebut dan bagaimana menjadikannya sebagai suatu pelajaran yang sangat berharga.
Beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah, antara lain :
1. Hendaknya selalu berusaha mengubah kemunkaran sekuat tenaganya, dan jika tidak mampu maka hendaknya meninggalkan tempat kemunkaran itu dan tidak berdiam di tempat kemunkaran atau kemaksiatan tersebut. Tetapi selama usaha perubahan masih dapat dilakukan walaupun sedikit demi sedikit, maka tidak mengapa berdiam di sana sambil terus mengupayakan perbaikan.
2. Betapa rapihnya Rasulullah saw. dalam merancang dan membuat “program” dakwah, walaupun dakwah ini pasti akan ditolong oleh Allah swt. dan beliau adalah seorang Rasul yang dijamin tidak akan dicelakai dan tidak akan dapat dikalahkan, tetapi beliau tetap menjalani semua sunnatullah (hukum sebab akibat) dalam keberhasilan dakwahnya sebagaimana manusia biasa lainnya.
3. Betapa luarbiasanya usaha yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang selalu mencoba berbagai inovasi baru dalam dakwahnya. Terobosan-terobosan yang beliau lakukan ini nampak dari pemilihan berbagai tempat beserta alasan-alasan yang relevan yang melatar-belakanginya.
4. Sebagai pemimpin, Rasulullah saw. sangat memikirkan masyarakatnya, segala cara beliau usahakan agar para sahabatnya tidak disiksa dan diprovokasi oleh pihak lain, beliau pula yang paling akhir keluar dari Makkah setelah semua sahabatnya selamat.
Dan mestinya masih banyak lagi i’tibar atau pelajaran yang dapat dipetik darinya. Semoga ulasan singkat ini bisa menjadi penggugah untuk memulai langkah awal menuju yang baik dan yang lebih baik. Amin.
* Dewan Pengajar Di PP. Al Hikmah 2
Sumber : Majalah Pondok ” EL Waha” Edisi VI



Tidak ada komentar:

Posting Komentar