Jumat, 13 Januari 2012

PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

BAB I
Oleh : Moh Jufri

Pendahuluan

KAJIAN mengenai korelasi pendidikan dan pembangunan ekonomi selalu menarik perhatian para scholars di mana pun. Tema ini berkembang menjadi wacana akademik yang mengundang perdebatan serius di kalangan ahli ekonomi pembangunan.
KAJIAN ini semula diperkenalkan Schultz (1961),[1] lalu dielaborasi lebih lanjut oleh Becker (1975), Cohn (1979), Psacharopoulos & Woodhall (1985), dan banyak lagi. Namun, sejatinya diskursus intelektual ini merujuk pemikiran ekonomi klasik yang diilhami narasi besar dalam karya magnum opus-nya Adam Smith, The Wealth of Nations (1776). Tesis utama para pemikir ekonomi itu adalah: keberhasilan membangun pendidikan akan berpengaruh terhadap sukses pembangunan ekonomi, yang berimplikasi langsung pada kemajuan bangsa secara keseluruhan.
Pertumbuhan
Pendidikan memberi kontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi melalui dua cara. Pertama, pendidikan menciptakan pengetahuan baru yang membawa pengaruh terhadap proses produksi. Pendekatan ini lazim disebut schumpeterian growth yang mengandaikan, pertumbuhan ekonomi itu didorong akumulasi modal manusia. Modal manusia, yang diperankan kaum profesional, para ahli, teknisi, dan pekerja, merupakan penggerak utama kemajuan ekonomi. Kedua, pendidikan menjadi medium bagi proses difusi dan transmisi pengetahuan, teknologi, dan informasi yang dapat mengubah cara berpikir, cara bertindak, dan kultur bekerja. Unsur pengetahuan, teknologi, dan informasi merupakan kekuatan transformatif yang dapat memacu akselerasi pembangunan ekonomi.
Dalam konteks demikian, pendidikan memberi sumbangan dalam menyediakan tenaga kerja berpengetahuan, berketerampilan, dan menguasai teknologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas.



BAB  II
SUMBER PERTUMBUHAN
EKONOMI


DI antara sekian banyak agenda pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu agenda penting dan strategis yang menuntut perhatian sungguh-sungguh dari semua pihak. Sebab, pendidikan adalah faktor penentu kemajuan bangsa di masa depan. Jika kita, sebagai bangsa, berhasil membangun dasar-dasar pendidikan nasional dengan baik, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan di bidang-bidang yang lain. Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi modal manusia (human investment), yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa.
Bangsa-bangsa maju di dunia pasti ditopang oleh SDM berkualitas, sehingga memiliki keunggulan hampir di semua bidang, termasuk ekonomi. Menurut sejumlah ahli, krisis ekonomi yang demikian dahsyat yang melanda Indonesia, selain disebabkan oleh faktor-faktor teknis ekonomi, juga dikarenakan terbatasnya SDM yang kita miliki. Padahal SDM yang berkualitas merupakan unsur penting dalam membangun daya tahan (ekonomi) bangsa. Krisis akut sekarang ini seolah menegaskan dan semakin meyakinkan kita, betapa faktor SDM itu amat vital. Pendidikan merupakan salah satu elemen paling penting dalam SDM.
Terlebih lagi memasuki abad ke-21 yang ditandai oleh proses globalisasi, dengan persaingan yang sangat ketat, maka bangsa Indonesia dituntut untuk menyiapkan SDM berkualitas yang memiliki keunggulan kompetitif. Semua itu hanya bisa diperoleh melalui pendidikan yang bermutu. Dengan demikian, pendidikan yang baik dan bermutu merupakan conditio sine quanon bagi upaya memenangkan kompetisi global.
Dalam teori pembangunan konvensional, masalah SDM belum mendapat perhatian secara proporsional. Teori ini masih meyakini bahwa sumber pertumbuhan ekonomi itu terletak pada konsentrasi modal fisik (physical capital) yang diinvestasikan dalam suatu proses produksi seperti pabrik dan alat-alat produksi. Modal fisik termasuk pula pembangunan infrastruktur seperti transportasi, komunikasi, dan irigasi untuk mempermudah proses transaksi ekonomi. Namun, belakangan terjadi pergeseran teori pembangunan, bahwa yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi justru faktor modal manusia (human capital) yang bertumpu pada pendidikan. Pendidikan mempunyai nilai ekonomi yang demikian tinggi, sampai-sampai MJ Bowman (1996) menyebut the human investment revolution in economic thought.
Pergeseran teori ini terjadi bersamaan dengan pergeseran paradigma pembangunan, yang semula bertumpu pada kekuatan sumber daya alam (natural resource based), kemudian berubah menjadi bertumpu pada kekuatan sumber daya manusia (human resource based) atau lazim pula disebut knowledge based economy. Pergeseran paradigma ini makin menegaskan, betapa aspek SDM bernilai sangat strategis dalam pembangunan.
Dalam teori pembangunan kontemporer dikemukakan, bahwa pendidikan mempunyai keterkaitan yang amat erat dengan pembangunan ekonomi; ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Karena itu, investasi di bidang pembangunan SDM bernilai sangat strategis dalam jangka panjang, sebab ia memberikan kontribusi yang amat besar terhadap kemajuan pembangunan, termasuk untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
PENEGASAN tentang pendidikan dapat memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi itu berdasarkan asumsi, bahwa pendidikan akan melahirkan tenaga kerja yang produktif, karena memiliki kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai. Tenaga kerja terdidik dengan kualitas yang memadai merupakan faktor determinan bagi peningkatan kapasitas produksi, sehingga memberikan stimulasi bagi pertumbuhan ekonomi. Jadi nilai ekonomi pendidikan itu terletak pada sumbangannya dalam menyediakan atau memasok tenaga-tenaga kerja terdidik, terampil, berpengetahuan, dan berkompetensi tinggi sehingga lebih produktif. Lebih dari itu, pendidikan dapat mengembangkan visi dan wawasan tentang kehidupan yang maju di masa depan, serta menanamkan sikap mental dan etos kerja tinggi. Kedua hal tersebut, secara psikologis, akan melahirkan energi yang dapat mendorong dan menggerakkan kerja-kerja produktif untuk mencapai kemajuan di masa depan.
Tenaga kerja terdidik akan berpengaruh lebih signifikan lagi bila disertai penguasaan teknologi, untuk mencapai apa yang disebut dengan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Penguasaan teknologi ini sangat penting, karena bisa mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi. Penguasaan teknologi itu dimungkinkan bilamana persyaratan modal manusia yang andal telah dipenuhi. Jadi, antara modal manusia dengan teknologi harus ada persenyawaan, agar menciptakan kekuatan sinergis sehingga bisa mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi.
Teknologi memainkan peranan sangat penting dan determinan. Faktor teknologi menjadi sesuatu yang bersifat imperatif. Sebab, selain perdagangan, teknologi merupakan kekuatan utama yang menggerakkan globalisasi ekonomi. Jika suatu negara berhasil menguasai teknologi dengan baik, maka negara tersebut berkemungkinan besar untuk bisa mengalami lompatan ekonomi yang dahsyat. Dalam hal ini, teknologi menjadi instrumen bagi berlangsungnya proses transformasi struktural di bidang ekonomi. Perubahan lingkungan strategis akibat adanya globalisasi, makin mendorong proses transformasi ekonomi secara amat mendasar, yang bertumpu pada tiga kekuatan utama: industri, perdagangan,


BAB  III
KONTRIBUSI  PENDIDIKAN  DALAM
PERTUMBUHAN  EKONOMI
 

               Menurut pengalaman sejumlah negara baik di negara-negara maju maupun di negara-negara sedang berkembang, investasi di bidang pendidikan itu secara nyata memberi kontribusi yang relatif berarti terhadap pertumbuhan ekonomi. Studi yang dilakukan oleh Psacharopoulus dan Woodhal (1997) menunjukkan kontribusi pendidikan, secara relatif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tingkat variasi yang beragam. Di kawasan Amerika Utara, persentase kontribusi per tahun cukup tinggi, yakni 25,0 persen di Amerika Serikat dan 15 persen di Kanada. Sementara di kawasan Eropa yang tertinggi mencapai 14,0 persen di Belgia dan 12,0 persen di Inggris; namun ada juga yang amat kecil seperti di Jerman dan Yunani, masing-masing 2,0 persen dan 3,0 persen.
Adapun di kawasan Amerika Latin, persentase tertinggi mencapai 16,5 persen di Argentina, 6,0 persen di Honduras, dan yang paling rendah yakni hanya 0,8 persen di Meksiko.
            Sedangkan di kawasan Asia, juga terbilang relatif tinggi yakni 15,9 persen di Korea Selatan, 14,7 di Malaysia, dan 10,5 persen di Filipina. Kecuali di Jepang yang hanya 3,3 persen. Demikian pula di kawasan Afrika seperti Ghana, Nigeria, dan Kenya, masing-masing 23,2 persen, 16,0 persen, dan 12,4 persen.
Pada bagian lain, kedua konsultan pendidikan Bank Dunia itu, juga menunjukkan bahwa investasi di bidang pendidikan dapat memberi keuntungan ekonomi yang relatif tinggi sebagaimana terlihat dalam social rate of return. Bahwa hasil yang diperoleh atau keuntungan ekonomi yang didapat itu lebih besar dibandingkan ongkos yang dikeluarkan. Pengalaman di negara-negara sedang berkembang memperlihatkan, bahwa rata-rata rate of return modal manusia (human capital) itu lebih tinggi dibandingkan dengan modal fisik (physical capital). Hal ini menunjukkan bahwa investasi di bidang pendidikan akan membuat suatu bangsa menjadi lebih produktif, karena akumulasi pengetahuan dan peningkatan keterampilan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Dengan melihat data tersebut dapat dikatakan bahwa investasi di bidang pendidikan mempunyai makna sangat positif, untuk mendorong pembangunan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, dalam konteks Indonesia, agenda pendidikan yang amat strategis di masa depan adalah mengupayakan agar alokasi anggaran pendidikan dapat ditingkatkan, bahkan seyogianya lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pembangunan yang lain.
Selama ini, alokasi anggaran pendidikan masih di bawah 10 persen dari APBN, dan lebih rendah dibandingkan dengan sektor yang berorientasi investasi fisik seperti Pekerjaan Umum. Namun, menyadari akan makna penting dan strategis pendidikan, mulai tahun anggaran 1998/1999 anggaran pendidikan dinaikkan relatif tinggi, sehingga menempati urutan pertama di antara lima sektor yang memperoleh  anggaran pembangunan paling besar yakni Pendidikan, Pekerjaan Umum, Kesehatan, Pertanian, dan Hankam.
Peningkatan alokasi anggaran ini terutama dimaksudkan untuk mencapai dua sasaran utama, yakni (1) peningkatan mutu, dan (2) pemerataan pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan berkaitan dengan ketersediaan sarana yang baik, fasilitas laboratorium, peralatan, perpustakaan, serta buku yang memadai, dan yang amat vital adalah ketersediaan tenaga pengajar (guru) yang berkualitas. Sedangkan pemerataan pendidikan bertujuan untuk memperluas akses, agar seluruh masyarakat dapat memperoleh kesempatan pendidikan. Pemerataan pendidikan berkaitan dengan ketersediaan prasarana (gedung sekolah, ruang kelas/belajar) yang mencukupi. Dalam hal ini, program Wajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun merupakan upaya untuk melakukan pemerataan dan memperluas akses pendidikan tersebut.
Meskipun sekarang sedang dalam situasi krisis yang mungkin berakibat pada penurunan anggaran pembangunan nasional, namun alokasi anggaran pendidikan seyogianya tak sampai berkurang. Kita menyadari bahwa pembangunan pendidikan di Indonesia jauh tertinggal di belakang dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur. Selama tiga dasawarsa prioritas utama pembangunan nasional masih bertumpu pada pembangunan fisik, mengalahkan bidang pendidikan yang bersifat strategis. Untuk itu, sudah saatnya bila kita menggeser skala prioritas pembangunan dengan menempatkan pendidikan sebagai leading sector,
yang dapat mendorong percepatan pembangunan ekonomi. Memang, outcomes pembangunan pendidikan itu tak dapat dilihat dalam waktu yang singkat; time respons dalam investasi pendidikan itu berlangsung sangat lama. Namun demikian, jika kita tidak mulai membenahi pendidikan nasional sejak sekarang, maka SDM kita akan lebih jauh lagi tertinggal dari negara lain.
Demikianlah, kita menyadari sepenuhnya bahwa pendidikan merupakan agenda penting dan strategis, bukan saja untuk meningkatkan kualitas bangsa, melainkan juga untuk mendorong kemajuan seluruh masyarakat. Karena itu, seluruh komponen bangsa harus mempunyai komitmen bersama untuk membangun pendidikan, terutama ketika disadari bahwa pendidikan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Membangun pendidikan menjadi lebih penting lagi terutama dalam menyongsong milenium ketiga, yang ditandai oleh arus globalisasi yang menuntut daya saing tinggi. Karena itu, menyiapkan SDM yang berkualitas, melalui upaya peningkatan mutu pendidikan, merupakan suatu hal yang mutlak.[2]
Dinamika perkembangan ekonomi yang digerakkan ilmu pengetahuan itu secara teknis disebut knowledge- driven economic growth. Konsep ini menempatkan lembaga pendidikan tinggi pada posisi amat penting dan strategis sebab dapat (1) melahirkan tenaga-tenaga kerja terlatih, kompetitif, dan adaptif seperti profesional, pakar, teknisi, dan manajer; (2) melahirkan ilmu pengetahuan baru dan menciptakan inovasi teknologi; dan (3) meningkatkan kemampuan mengakses perkembangan ilmu pengetahuan pada level global dan mengadaptasinya menurut konteks lokal (Bank Dunia, 2002).
Strategi pengembangan PT
Kita perlu membenahi pendidikan tinggi di Indonesia guna merespons dinamika perkembangan global, yang menempatkan perguruan tinggi (PT) sebagai salah satu institusi penggerak kemajuan ekonomi. Untuk itu, kita harus merumuskan strategi baru dalam pengembangan PT guna menjawab tantangan masa depan saat perkembangan ekonomi justru lebih banyak didorong institusi PT. Menurut Zumeta & Stephens (1996), paling kurang ada enam strategi yang lazim diterapkan di negara maju untuk memfasilitasi agar PT mampu menjadi kekuatan penggerak perkembangan ekonomi.
Pertama, membuat program bantuan manajemen dan teknis yang berbasis di kampus guna menyemai potensi bisnis dan kewirausahaan. Program ini penting sebagai sarana dan wadah bagi pemupukan dan pengembangan talenta berbisnis dan berwirausaha sehingga mahasiswa bisa mengenal tradisi berniaga sejak awal.
Kedua, membuat program guna memantapkan dan mempercepat proses alih teknologi dari pusat-pusat penelitian PT ke dunia industri dan sebaliknya. Melalui program ini, transmisi dan difusi teknologi semakin mudah dilakukan sehingga masing-masing bisa lebih cepat mengadopsi dan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi mutakhir.
Ketiga, PT dan dunia industri bekerja sama dalam menyelenggarakan pelatihan kerja bagi (calon) tenaga kerja. Di negara maju, program semacam ini lazim disebut cooperative education, yakni aktivitas akademik di PT yang terintegrasi dengan lembaga-lembaga swasta (bisnis dan industri). Program ini penting untuk memberi bekal pengalaman bekerja di kalangan mahasiswa sehingga memudahkan mereka dalam merintis dan mengembangkan karier di masa depan.
Keempat, pemerintah menyediakan bantuan dana bagi pengembangan program tertentu guna mempererat kerja sama PT dan dunia industri. Program ini bisa dilakukan melalui pembuatan proyek rintisan di bidang tertentu berdasarkan keunggulan masing-masing universitas/institut. Contoh, IPB unggul di bidang teknologi pertanian, ITB superior di bidang teknologi industri, atau ITS dominan di bidang ilmu kelautan; mereka bisa menjalin kerja sama dengan perusahaan di ketiga bidang itu.
Kelima, membangun "inkubator bisnis" yang disubsidi dan berbasis di kampus, yang bertujuan memupuk dan mengembangkan industri baru di bidang tertentu yang didukung sepenuhnya ahli-ahli berkompeten di PT dan fasilitas memadai. Program ini penting dan perlu dilakukan guna membangun sinergi antara kompetensi dan keahlian yang dimiliki PT dengan pengalaman profesional yang dipunyai lembaga bisnis dan industri.
Keenam, membangun lembaga riset tangguh yang disubsidi dan berbasis di kampus, yang ditujukan untuk menarik pengusaha dan dunia industri agar bersedia memanfaatkan jasa yang disediakan PT. Program ini amat fundamental dan bersifat strategis guna memantapkan peran lembaga research and development yang menjadi jantung kemajuan PT dan memberi manfaat besar bagi dunia industri.
Faktor tenaga kerja
Kita meyakini betapa pendidikan tinggi memberi kontribusi besar pada kemajuan ekonomi bangsa. Untuk itu, kita perlu meningkatkan peran PT secara maksimal sehingga dapat menjadi kekuatan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu faktor penting yang menentukan akselerasi pembangunan ekonomi adalah tenaga kerja. Sayang, struktur tenaga kerja di Indonesia kini justru lebih banyak didominasi orang-orang berpendidikan rendah. Data tahun 2000 menunjukkan, komposisi angkatan kerja yang mengenyam pendidikan tingkat sekolah dasar ke bawah mencapai 59 persen. Sementara angkatan kerja lulusan sekolah lanjutan tingkat pertama dan SLTA masing-masing adalah 16,06 persen dan 19,44 persen. Sementara angkatan kerja berpendidikan tinggi berjumlah sangat sedikit, yakni 4,6 persen.
Data itu menggambarkan betapa mayoritas tenaga kerja Indonesia justru tidak mempunyai keahlian dan keterampilan tinggi yang diperlukan sektor swasta (bisnis dan industri). Untuk mengubah komposisi angkatan kerja berdasar level pendidikan yang ditamatkan, tentu membutuhkan waktu sangat lama.
Amich Alhumami Peneliti Sosial; Bekerja di Direktorat Agama dan Pendidikan Bappenas, Jakarta
 http://zkarnain.tripod.com/kampus.htmlInt

[1]Lihat. T.W. Schultz (1961),” Education and  Economic Growth”, Dalam Social Force Influencing  Amerika  Education, Editor N.B. Hendry, Chicago: Univercity of CHICAGO Press, pp. 46-5
[2]Lihat  Amich Alhumami, peneliti Research Institute for Culture and Development, juga  Peneliti Sosial; Bekerja di Direktorat Agama dan Pendidikan Bappenas, Jakarta. Juga  lihat  http: //zkarnain.tripod.com/kampus.html internet Based Vitual Life-long Leaming Environment  for Maintaining Professional Vitality  (Kompas Seranbi Kampus Opini Kamis, 27 Januari 2000)
http://zkarnain.tripod.com/kampus.htmlInternet Based Virtual Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality
 http://zkarnain.tripod.com/kampus.htmlInternet Based Virtual Life-long Learning Environment

















 m/kampus.htmlInternet Based Virtual Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality



Tidak ada komentar:

Posting Komentar