Bahasa Al Quran
Al Quran sebagai kitab petunjuk bagi seluruh
manusia di sepanjang zaman. Luas bumi dan panjangnya masa diliputi oleh cahaya
matahari sedangkan cahaya petunjuk Al Quran bersinar selama kehidupan manusia
berlangsung. Allah swt dalam menjelaskan ruang lingkup risalah Nabi saw
berfirman:”Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada Mengetahui”. Surat Saba` ,ayat 28. Dengan demikian
risalah beliau saww dan Al Quran, ialah mendunia dan abadi. Umat beliau mencakup
seluruh manusia, tidak terbatas pada kelompok tertentu. Dalam surat Al Furqaan,
ayat 1 dikatakan: ”Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al
Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh
alam”. Kitab yang merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia mempunyai dua
kriteria:
- Al Quran berbicara dengan bahasa dunia supaya dapat difahami oleh semua orang dan tidak ada jalan bagi mereka untuk beralasan bahwa bahasa Al Quran ialah tidak benar dan literaturnya asing bagi mereka.
- Kandungan Al Quran berguna untuk semua orang laksana air yang merupakan unsur penyebab kehidupan segala makhluk hidup di sepanjang masa.
Fitrah sebagai bahasa dunia
Dalam bab ini, pembahasan masih terkait
dengan kriteria pertama Al Quran. Berkenaan dengan pemahaman terhadap
ilmu-ilmu Qurani, ia tidak bergantung pada kultur tertentu sehingga tanpanya,
sampai kepada rahasia-rahasia Al Quran menjadi absurd. Kultur juga bukan
sebagai penghalang manusia untuk memahami pesan-pesan pentingnya. Dengan
demikian satu-satunya bahasa sebagai faktor keteraturan alam manusia ialah
bahasa fitrah. Bahasa fitrah ialah kultur umum bagi semua orang di segala waktu.
Setiap orang yang memahami fitrah, akan menggunakannya sehingga ia tidak bisa
beralasan dengan mengatakan bahwa bahasa fitrah adalah aneh. Dalam surat Ar
Ruum, ayat 30, dikatan:” Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Kosakata dan literatur bukan
merupakan maksud dari bahasa Al Quran dalam kajian ini. Sebab, jelas bahwa
selain orang-orang arab tidak mengenal bahasa Al Quran sebelum mempelajari
bahasa dan literaturnya. Berbicara dengan bahasa umum fitrah, ialah maksud dari
bahasa Al Quran disini. Manusia berbeda-beda dari sisi bahasa, literatur,
budaya-budaya kesukuan dan iklim daerah akan tetapi dari sisi fitrah, mereka
mempunyai kesamaan. Dengan bahasa fitrah inilah, Al Quran berbicara dengan
manusia. Oleh karenanya bahasa fitrah sebagai bahasa yang dapat difahami oleh
semua orang. Rasulullah saww diutus untuk seluruh suku maupun kelompok manusia
dan berbicara dengan bahasa fitrah sehingga dimengerti oleh berbagai macam
sahabat seperti Salman Al Farisi, Shuhaib Ar Ruumi, Bilal Al Habsyi, Uwais Al
Qarni, Ammar dan Abu Dzar Al Hijazi. Dalam kitab Bihar Al Anwar, jilid 16,
halaman 323 Rasulullah bersabda: Aku diutus untuk orang-orang yang berkulit
putih, hitam dan merah. Beragamnya bahasa, suku, iklim, adab, tradisi serta
aneka ragam faktor eksternal lainnya berada dalam naungan kesatuan fitrah
manusia ini. Di dalam surat An Nahl, ayat 89, Allah swt berfirman:” Dan kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.
Perkataan Al Qur`an dengan bahasa
fitrah manusia dan difahaminya bahasa fitrah tersebut oleh semua orang, tidak
berarti sama kadar pemahaman orang-orang terhadap Al Qur`an. Ilmu-Ilmu Al Qur`an
memiliki banyak tingkatan dan setiap tingkatannya hanya dapat difahami oleh
kelompok tertentu. Dalam kitab Bihar Al Anwar, jilid 75, halaman 278 dikatakan:
Al Qur`an mempunyai empat sesuatu, yang pertama ialah penjelasan ( untuk
kelompok awam), yang kedua, adalah isyarat ( untuk kelompok alim ), yang ketiga,
ialah point-point penting ( untuk para wali ), yang keempat, adalah hakikat (
untuk para Nabi ). Setiap orang memahami Al Qur`an sesuai dengan potensi dan
kapasitasnya, adapun tingkatan “Al Maknun” khusus untuk Rasulullah saw dan para
Ahlul baitnya. Meskipun Al Qur`an sebagai kitab yang internasional dan abadi,
namun tidak semua orang mendapatkan hidayah untuk memanfaatkanya. Dosa,
penyelewengan, keatheisan dan taklid batil kepada orang-orang dahulu, merupakan
tirai penutup hati manusia dan sebagai penghalang manusia untuk merenung atas
rahasia-rahasia Al Qur`an. Allah swt berfirman dalam surat Muhammad, ayat 24:”
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur`an ataukah hati mereka terkunci”.
Hati yang tertutup tidak dapat
ditembus oleh ilmu-ilmu Al Qur`an, adapun bagi mereka yang menjaga fitrahnya
dari noda-noda dosa seperti sahabat yang bernama Shuhaib yang datang dari Roma,
Salman Al Farisi yang datang dari Persia, Bilal yang datang dari Habasyah serta
Ammar dan Abu Dzar yang datang dari Hijaz, mereka dapat memasuki ilmu-ilmu Al
Qur`an. Sebab fitrah yang terjaga sebagai salah satu dari modal yang diperlukan
untuk memanfaatkan Al Qur`an. Walaupun seorang ilmuan matrealisme tatkala
fitrah Tauhidinya terjaga dari penyimpangan, maka ia dapat menerima hidayah Al
Qur`an. Sebab tirai keatheisan telah memadamkan cahaya fitrahnya sehingga ia
tidak akan merenung tentang kebesaran Al Qur`an karena image bahwa Al Qur`an
merupakan dongeng yang di buat-buat. Al Qur`an dapat difahami oleh semua orang
dengan syarat bahwa mereka telah mengenal qaedah-qaedah bahasa arab dan
ilmu-ilmu yang mendasari pemahaman terhadap Al Qur`an.
Metode penyampaian
Allah swt menjelaskan bahwa risalah Nabi saww
dimulai dari pembacaan ayat kepada masyarakat, kemudian mengajarkan
hikmah-hikmahnya dan pembenahan diri. Risalah tersebut merupakan tanggung jawab
para Nabi untuk mengajak umat manusia kepada Tauhid. Dalam surat Al Jum`ah, ayat
2 di katakan:” Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah”. Allah swt telah mengajarkan
pelbagai metode dakwah kepada Rasulullah dan rahasia dari metode dakwah yang
beraneka ragam ini dikarenakan adanya perbedaan dan tingkatan pada intelektual
quality (IQ) manusia sehingga daya pemahaman mereka tidak sama, meskipun fitrah
mereka sama. Obyek Quran yang berbeda-beda ini menuntut metode dakwah yang
variatif sehingga orang yang mempunyai IQ tinggi, tidak merasa sombong dan tetap
memerlukan pesan-pesan wahyu dan sebaliknya bagi orang yang memiliki IQ rendah
juga dapat menjangkau pesan-pesan wahyu tersebut. Oleh karena itu, Al Quran di
samping menunjukkan metode dakwahnya dengan bentuk hikmah, nasehat yang baik
serta sanggahan yang bagus, ia juga menunjukkannya dalam bentuk perumpamaan,
supaya dapat dijangkau oleh orang awam sekaligus menjadi penekanan untuk orang
alim yang pada intinya dapat diserap oleh semuanya. Jalan hikmah, nasehat baik,
serta sanggahan yang bagus dari satu sisi dan perumpamaan serta cerita-cerita
dari sisi lain merupakan metode yang komprehensif dalam dakwah dan hal ini
sebagai karakteristik Al Quran yang tidak ditemukan dalam kitab-kitab
lainnya. Di samping Al Quran menggunakan premis tertentu untuk menguatkan
bukti-bukti atas klaimnya, ia juga menggunakan perumpamaan agar difahami dengan
mudah. Dalam surat Az Zumar, ayat 27 Allah swt berfirman:” Sesungguhnya Telah
kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran Ini setiap macam perumpamaan supaya
mereka dapat pelajaran”.
Untuk lebih jelasnya, kita perhatikan
Burhan Tamaanu`(bukti kontradiksi) yang dijelaskan dengan Qiyas Istitsna`i dalam
Al Quran. Sesuai logika Aristotelian Qiyas ini tersusun dari dua unsur muqaddam
dan tali. Proposisi kondisional serta susunan Muqaddam dan Talinya berada
dalam surat Al An biyaa`,ayat 22, yang berbunyi:“ Sekiranya ada di langit dan
di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak. Maka Maha
Suci Allah yang mempunyai 'Arsy dari pada apa yang mereka sifatkan”.
Proposisi predikatif dan gugurnya Tali
tercantum dalam surat Al Mulk, ayat 3 yang berbunyi:“ Yang Telah menciptakan
tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan
yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang,
Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? surat Al Mulk, ayat 4 yang
berbunyi
: Kemudian pandanglah sekali lagi
niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat
dan penglihatanmu itupun dalam keadaan
payah”.
Penjelasan tentang argumen tamanu` diatas
ialah, Tuhan yang berbilang merupakan faktor rusaknya tatanan yang terdapat di
langit maupun di bumi. Tetapi tidak kita saksikan adanya gesekan maupun
kekacauan pada tatanan alam ini, sebaliknya tatanan yang terdapat di langit
maupun muka bumi berjalan tertib sesuai dengan tugas masing-masing. Dengan
demikian gugurlah klaim tentang Tuhan berbilang tersebut. argumen Tamanu` ini
juga dikemas dalam perumpamaan dengan penjelasan bahwa apakah seorang budak yang
memiliki beberapa tuan yang berbeda kehendak dan kepentingan sama dengan
seorang budak yang hanya mempunyai satu tuan yang bijaksana? Artinya, budak
pertama bekerja dengan tidak teratur karena perintah yang berbeda-beda, namun
lain hal nya dengan budak kedua, ia bekerja dengan teratur atas satu perintah.
Perumpamaan ini terdapat pada surat Az Zumar, ayat 29 yang berbunyi:“ Allah
membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh
beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang
menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama
halnya? segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui”.
Perbedaan Al Quran dengan Buku ilmiah
- Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa Al Quran memiliki metode khusus dalam menyampaikan ilmu-ilmu Ilahi. Sekarang kita amati tentang hal yang membedakan antara Al Quran dengan buku-buku ilmiah dari aspek penyampaian. Allah swt dalam menguraikan risalah Nabi terkadang dengan metode pembacaan ayat kepada manusia, pengajaran hikmah dan pembenahan diri. Terkadang pula dengan cahaya petunjukNya, mengangkat manusia dari kebodohan dan kesesatan. Al Quran sebagai bekal Rasul dalam mengemban tugas risalah dan dalam membimbing serta membenahi diri umat. Atas dasar ini, Al Quran berbeda dengan buku ilmiah yang hanya menjelaskan kajian-kajian ilmiah seperti pengetahuan dan eksperimen tentang kosmos, atau pembahasan tentang ilmu Usul maupun Fiqih yang hanya menguraikan metode serta dasar-dasar pengambilan hukum. Adapun metodologi Al Quran sebagai berikut:
Ilahi.
2) Menggunakan sanggahan yang baik dalam berdebat dengan orang-orang yang besikeras menentang
pokok agama.
3) Mengkombinasikan ilmu dan hukum dengan nasehat dan akhlak, pengajaran hikmah dengan bimbingan
dan pembenahan diri.
4) Menjustifikasikan persepsi yang dinukil dari yang lain secara akurat.
5)
Mengkaitkan
permasalahan ontologi dengan teologi. Buku ilmiah mengungkap fenomena alam dan
menguraikannya secara horizontal, adapun Al Quran sebagai cahaya petunjuk,
mengungkap fenomena
alam serta menjelaskannya secara vertikal (keterkaitan alam
dengan ketuhanan dan hari kebangkitan) .
6)
Mengklasifikasikan
pentas-pentas sejarah yang mengandung pelajaran dan mutiara kehidupan dalammenuturkan cerita-cerita.
7) Pengulangan konteks dalam Al Quran, diperlukan sebagai penekanan dalam petunjuk, sebab Setan
senantiasa menjauhkan manusia dari jalan Ilahi, sedangkan pengulangan konteks dalam buku ilmiah
hanya akan mengurangi kualitas isinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar