Doa Aqiqah
DO’A MENYEMBELIH HEWAN AQIQAH
بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَللّهُمَّ رَبِّىْ, هَذِهِ عَقِيْقَةُ ...
بِنْ.... دَمُهَا بِدَمِهِ وَلَحْمُهَا بِلَحْمِهِ وَعَظْمُهَا بِعَظْمِهِ
وَجِلْدُهَا بِجِلْدِهِ وَشَعْرُهَا بِشَعْرِهِ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا فِدَاءً
لِ...بن....مِنَ النَّارِ
Artinya: Ya Allah, wahai Tuhanku, hewan ini adalah
aqiqah untuk….bin… (sebutkan namanya), dimana darahnya (hewan) adalah menebus
darahnya (anak), dagingnya (hewan) untuk menebus dagingnya (anak), tulangnya
(hewan) adalah untuk menbus tulangnya (anak), kulitnya (hewan) adalah untuk
menebus kulitnya (anak) dan bulunya (hewan) untuk menebus rambutnya (anak). Ya
Allah, hendaklah Engkau menjadikan aqiqah ini sebagai tebusan untuk….bin….
(sebutkan namanya) dari neraka.
DO’A WALIMATUL ‘AQIQAH
بِسْمِ
اللهِ الرّحمنِ الرّحِيمِ, وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيّدِناَ محمّدٍ وَعَلَى الِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ, اَللّهُمَّ اُعِيْذُهُ بِالْوَاحِدِ الصَّمَدِ مِنْ شَرِّ
كُلِّ ذِيْ حَسَـدٍ. اُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْـطَانِ
الرَّجِيْمِ. اَللّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا اْلوَلَدَ وَلَدًا صَالِحًا. اَللّهُـمَّ
اِنَّا نَسْأَلُكَ السَّـلاَمَةَ فِى الدُّنْياَ وَالدِّيْنِ وَنَسْأَلُكَ
الزِّيَادَةَ وَالْبَرَكَةَ فِى اْلعِلْـمِ وَارْزُقِ الْمَرْزُوْقِيْنَ. اِلَهِى
اِنَّكَ قَدْ عَلَّمْتَ اَدَمَ اْلاَسْمَاءَ كُلَّهَا وَقَدْ اَمَرَنَا نَبِيِّكَ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِحْسـَانِهَا فَهَا نَحْنُ نُسَمَّى
هَذَا الْوَلَدَ بِاسْمِ يُنَاسِبُ اَهْلَ الْبَيْتِ... اِلَهِى اَصْبَحْنَا عَلَى
فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ وَعَلىَ دِيْنِ نَبِيِّناَ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مِلَّةِ اَبِيْنَا
اِبْرَاهِيْـمَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. اَللّهُمَّ
اِنَّا نَسْأَلُكَ لِسَاناًذَاكِرًا وَقَلْبًا شَاكِرًا وَبَدَنًاصَابِرًا
وَزَوْجَةً تُعِيْنُنَا فِى الدُّيْنَا وَاْلآخِرَةِ. وَنَعُوْذُبِكَ يَا رَبَّنَا
مِنْ وَلَدٍ يَكُوْنُ عَلَيْناَ سَيِّدًا وَمِنِ امْرَاَةِ تُشَيِّبُنَا قَبْلَ
وَقْتِ الْمَشِيْبِ وَمِنْ مَالٍ يَكُوْنَ عَذَابًا لَّنَا وَوَبَالاً عَلَيْنَا
وَمِنْ جَارٍ اِنْ رَّآى مِنَّا حَسَنَةً كَتَمَهَا وَاِنْ رَّآى مِنَّا سَيِّئَةً
اَفْشَاهًا. اَللّهُـمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا
عَقِيْقَتَنَا رَبَّناَ, بِرَحْمَتِكَ يَا
اَرْحمَ الرَّاحِمِـيْنَ.
واَلْحَمْدُ
للهِ رَبِّ الْعَالَمـِيْنَ.
Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga rahmat dan
salam tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, teriring keluarganya,
dan sahabatnya. Ya Allah,
aku memohon perlindungan untuk anak ini kepada
Tuhan yang maha esa lagi Tuhan tempat meminta dan bergantung dari jehatan
setiap orang yang dengki. Aku memohon perlindungan untuk ibu anak-anak dan
keturunannya dengan Zat Engkau dari syetan yang terkutuk. Ya Allah, hendaklah
Engkau menjadikan anak ini menjadi anak yang shaleh. Ya Allah, sungguh kami
memohon kepada-Mu keselamatan dunia dan agama, kami memohon kepada-Mu
penambahan dan keberkahan dalam ilmu, dam limpahkanlah rizki kepada orang-orang
yang berkah mendapatkan rizki. Wahai Tuhanku, sungguh Engkau telah mengajarkan
semua nama-nama kepada Adam, dan sungguh Nabi-Mu Muhammad Saw telah memerintahkan
kepada kami memberi nama kepada anak ini dengan nama yang layak di negeri ini
…..(sebutkan nama anak). Wahai Tuhanku, kami dipagi hari di atas kesucian
Islam, di atas kepastian ikhlas, di atas agama Nabi Muhammad Saw, dan di atas
agama bapak kami Ibrohim sebagai orang yang cenderung kepada kebenaran lagi
yang tunduk (kepada ajaran) dan tidaklah ia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah. Ya Allah, sungguh kami memohon kepada-Mu lisan yang
berzikir, hati yang bersyukur, badan yang bersabar, dan istri yang menolong
kami dalam urusan dunia dan urusan akhirat. Dan kami berlindung kepada-Mu,
wahai Tuhan kami, dari anak yang kepada kami sebagai tuan, dari istri yang
menyebabkan tumbuh uban sebelum usia layak beruban, dari harta yang menjadi siksaan
dan bencana bagi kami, dan dari tetangga yang bila melihat kebaikan kami, maka
ia menyimpan dan bila ia melihat keburukan kami maka ia menyebarkan. Ya Allah,
terimalah aqiqah kami, wahati Tuhan kami, dengan rahmat-Mu wahai Tuhan paling
penyayang di antara para penyayang. Dan segala puji hanya untuk Allah, Tuhan
semesta alam.
Pengertian ‘Aqiqah
Menurut bahasa ‘Aqiqah artinya : memotong.
Asalnya dinamakan ‘Aqiqah, karena dipotongnya leher binatang dengan
penyembelihan itu. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang
disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong Ada pula yang
mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : Rambut yang terdapat pada kepala
si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia
mesti dicukur.
Aqiqah adalah
penyembelihan domba/kambing untuk bayi yang dilahirkan pada hari ke 7, 14, atau
21. Jumlahnya 2 ekor untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk bayi perempuan.
Dalil-dalil Pelaksanaan
Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah
bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari
ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” [HR
Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad]
Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda :
“Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu
kambing.” [HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah]
Anak-anak itu tergadai (tertahan) dengan
aqiqahnya, disembelih hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur kepalanya dan
diberi nama.” [HR Ahmad]
Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata :
Rasululloh bersabda : “Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka
sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.” [Riwayat Bukhari]
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari
kakeknya, Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa diantara kalian yang ingin
menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk
laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing.” [HR Abu
Dawud, Nasa’i, Ahmad]
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW
pernah ber ‘aqiqah untuk Hasan dan Husain pada hari ke-7 dari kelahirannya,
beliau memberi nama dan memerintahkan supaya dihilangkan kotoran dari kepalanya
(dicukur)”. [HR. Hakim, dalam AI-Mustadrak juz 4, hal. 264]
Keterangan : Hasan dan Husain adalah cucu
Rasulullah SAW.
Dari Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan
Hasan, dia berkata : Rasulullah bersabda : “Cukurlah rambutnya dan
bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin seberat timbangan rambutnya.”
[HR Ahmad, Thabrani, dan al-Baihaqi]
Dari Abu Buraidah r.a.: Aqiqah itu disembelih
pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua puluh satunya. (HR Baihaqi
dan Thabrani).
Hukum Aqiqah Anak adalah sunnah (muakkad) sesuai
pendapat Imam Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam
Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama ahli fiqih (fuqaha).
Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan
Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah
hadist Nabi SAW. Yang berbunyi, “Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan
untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR al-Tirmidzi, Hasan Shahih)
“Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka
tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan dan bersihkan darinya kotoran
(Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)
Perkataan: “maka tumpahkan (penebus) darinya
darah sembelihan” adalah perintah, namun bukan bersifat wajib, karena ada
sabdanya yang memalingkan dari kewajiban yaitu: “Barangsiapa di antara kalian
ada yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan lakukan.” (HR: Ahmad,
Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan).
Perkataan: “ingin menyembelihkan,..” merupakan
dalil yang memalingkan perintah yang pada dasarnya wajib menjadi sunnah.
Imam Malik berkata: Aqiqah itu seperti layaknya
nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam
aqiqah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi’iy
berkata: Dan harus dihindari dalam hewan aqiqah ini cacat-cacat yang tidak
diperbolehkan dalam qurban.
Buraidah berkata: Dahulu kami di masa jahiliyah
apabila salah seorang diantara kami mempunyai anak, ia menyembelih kambing dan
melumuri kepalanya dengan darah kambing itu. Maka setelah Allah mendatangkan
Islam, kami menyembelih kambing, mencukur (menggundul) kepala si bayi dan
melumurinya dengan minyak wangi. [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 107]
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu orang-orang
pada masa jahiliyah apabila mereka ber’aqiqah untuk seorang bayi, mereka
melumuri kapas dengan darah ‘aqiqah, lalu ketika mencukur rambut si bayi mereka
melumurkan pada kepalanya”. Maka Nabi SAW bersabda, “Gantilah darah itu dengan
minyak wangi”.[HR. Ibnu Hibban dengan tartib Ibnu Balban juz 12, hal. 124]
Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama
adalah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan hadits Samirah di mana
Nabi SAW bersabda, “Seorang anak terikat dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan
aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama”. (HR. al-Tirmidzi).
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan
pada hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak juga,
maka pada hari ke-21 atau kapan saja ia mampu. Imam Malik berkata : Pada
dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas dasar anjuran, maka
sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10 (sepuluh)
atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah
memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT: “Allah menghendaki
kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS.Al Baqarah:185)
Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang
ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya: “Setiap
anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke
tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan,
dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari
ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa,
maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadits Abdullah Ibnu Buraidah
dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata yang
artinya: “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, ke empat belas, dan ke
dua puluh satu.” (Hadits hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka
kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada
hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunnah
dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke
tujuh.
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh
disunnahkan juga untuk disembelihkan aqiqahnya, bahkan meskipun bayi yang
keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.
Aqiqah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah
si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan aqiqah oleh orang
tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri,
Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diaqiqahi oleh ayahnya kemudian
dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa menurut saya,
wallahu ‘Alam.
Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga
Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk
dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka pada hari
keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh satu.
Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia
belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika
al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah
ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab,
“Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya
sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”.
Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat
demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh
orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.
Jumlah Hewan
Jumlah hewan aqiqah minimal adalah satu ekor baik
untuk laki-laki atau pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas ra:
“Sesungguh-nya Nabi SAW mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.”
(Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Namun yang lebih utama adalah 2 ekor untuk anak
laki-laki dan 1 ekor untuk anak perempuan berdasarkan hadits-hadits berikut
ini:
Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya:
“Nabi SAW memerintahkan agar dsembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor
domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadits sanadnya shahih riwayat Imam
Ahmad dan Ashhabus Sunan)
Dari Aisyah ra berkata, yang artinya: “Nabi SAW
memerintahkan mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor
domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At
Tirmidzi)
Hal-hal yang disyariatkan sehubungan dengan
‘aqiqah
Yang berhubungan dengan sang anak
1. Disunnatkan untuk memberi nama dan mencukur
rambut (menggundul) pada hari ke-7 sejak hari iahirnya. Misalnya lahir pada
hari Ahad, ‘aqiqahnya jatuh pada hari Sabtu.
2. Bagi anak laki-laki disunnatkan ber’aqiqah
dengan 2 ekor kambing sedang bagi anak perempuan 1 ekor.
3. ‘Aqiqah ini terutama dibebankan kepada orang
tua si anak, tetapi boleh juga dilakukan oleh keluarga yang lain (kakek dan
sebagainya).
4. Aqiqah ini hukumnya sunnah.
Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau
Dimasak
Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi
sudah dimasak. Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak
laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa
mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada
hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir
miskin juga bisa diberikan kepada orang non-muslim. Apalagi jika hal itu
dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah
firman Allah, “Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan,
dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn Qudâmah, tawanan pada
saat itu adalah orang-orang kafir. Namun demikian, keluarga juga boleh memakan
sebagiannya.
Yang berhubungan dengan binatang
sembelihan
1. Dalam masalah ‘aqiqah, binatang yang boleh
dipergunakan sebagai sembelihan hanyalah kambing, tanpa memandang apakah jantan
atau betina, sebagaimana riwayat di bawah ini:
Dari Ummu Kurz AI-Ka’biyah, bahwasanya ia pernah
bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ‘aqiqah. Maka sabda beliau SAW, “Ya,
untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor
kambing. Tidak menyusahkanmu baik kambing itu jantan maupun betina”. [HR. Ahmad
dan Tirmidzi, dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar 5 : 149]
Dan kami belum mendapatkan dalil yang lain yang
menunjukkan adanya binatang selain kambing yang dipergunakan sebagai ‘aqiqah.
2. Waktu yang dituntunkan oleh Nabi SAW
berdasarkan dalil yang shahih ialah pada hari ke-7 semenjak kelahiran anak
tersebut. [Lihat dalil riwayat 'Aisyah dan Samurah di atas]
Pembagian daging Aqiqah
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa
memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi.
Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan
mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan daging aqiqah yang
sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya dia memakan sepertiganya,
menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan
sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan
kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh
Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya
atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat
pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan
sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh
Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.
Pemberian Nama Anak
Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti
sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya
sejumlah nash syari yang menyatakan hal tersebut.
Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda:
“Kemudian Aslam semoga Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah
mengampuninya”. (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang
memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung
dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut
diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari
makna-maknanya”. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap
yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari
kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya:
“Siapa namamu?” Aku jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl” Hazn berkata:
“Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib berkata:
“Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya”. (HR.
Bukhori) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65)
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk
anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik
yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad.
Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda:
“Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku”. (HR.
Bukhori 2014 dan Muslim 2133)
Untuk mengetahui cara pemberian nama yang baik
menurut ajaran Islam, silahkan klik:
Mencukur Rambut
Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat
baik untuk dilaksanakan ketika anak yang baru lahir pada hari ketujuh.
Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah
saw. Bersabda, “Setiap anak terikat dengan aqiqahnya. Pada hari ketujuh
disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur”. (HR. at-Tirmidzi).
Dalam kitab al-Muwaththâ` Imam Malik meriwayatkan
bahwa Fatimah menimbang berat rambut Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan
perak seberat rambut tersebut.
Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau
tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak
boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian yang lain dibiarkan. Tentu
saja semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin -insya Allah-
semakin besar pula sedekahnya.
Doa Menyembelih Hewan Aqiqah
Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa
aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah
(kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR
Ahmad, Muslim, Abu Dawud)
Doa bayi baru dilahirkan
Innii u’iidzuka bikalimaatillaahit taammati min
kulli syaythaanin wa haammatin wamin kulli ‘aynin laammatin
Artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan
kalimat Allah Yang Sempurna dari segala gangguan syaitan dan gangguan binatang
serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat buruk bagi apa yang
dilihatnya. (HR. Bukhari)
Hikmah Aqiqah
Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam
kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki
beberapa hikmah diantaranya :
1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam
meneladani Nabiyyullah Ibrahim AS tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang
tercinta Ismail AS.
2. Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan
dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai
dengan makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.”
[3]. Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung
dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang
dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah “bahwa lepasnya dia dari
syaithan tergadai oleh aqiqahnya”.
3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk
memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan.
Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: “Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi
kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)”.
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri)
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas
karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lahirnya sang anak.
5. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira
dalam melaksanakan syari’at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan
memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
6. Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan)
diantara masyarakat.
Dan masih banyak lagi hikmah yang terkandung
dalam pelaksanaan Syariat Aqiqah ini.