Ass.wr.wb. Pak Farid,
Apakah keutamaan berdo’a di waktu sujud itu, hanya ada pada waktu sujud yang terakhir atau pada sebarang waktu sujud ?.
Apakah boleh kita rutinkan (terutama dikala sholat sendirian) berdo’a sebelum salam dengan do’a-do’a lain selain do’a yang rutin Nabi ucapkan (Allohumma inni a’udzu bika min ‘adzabi jahannam…dst.) ?.
Wass.wr.wb. (J.Pane)
Jawaban:
Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmtullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’d:
Kepada Pak Jalaludin Pane yang dirahmati Allah Ta’ala ……. Jazakallah Khairan atas pertanaannya. Insya Allah akan dijawab satu per satu.
Pertama, apakah berdoa ketika sujud mesti pada sujud terakhir atau pada sujud mana pun?
Sebagaimana kita ketahui, sujud adalah momen terdekat antara hamba dengan Rabbnya, maka kita dianjurkan banyak-banyak berdoa. Ini ditegaskan oleh riwayat berikut:
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” (HR. Muslim No. 482)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan contoh doa yang dibacanya ketika sujud, yakni sebagai berikut:
اللهم اغفر لي ذنبي كله. دقه وجله. وأوله وآخره. وعلانيته وسره
“Ya Allah ampunilah dosa-dosaku semua, baik yang halus atau yang jelas, yang awal dan yang akhir, dan yang terang-terangan dan yang tersembunyi.” (HR. Muslim No. 483)
Nah, jika membaca doa ini maka sangat bagus dan kita telah mengikuti
sunah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tetapi apakah dengan ini
berarti membatasi doa-doa yang dibaca? Bolehkah membaca doa lain sesuai
hajat kita? Imam Ahmad Rahimahullah lebih condong hanya membatasi pada
doa-doa ma’tsur saja.
Sedangkan, Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan
bahwa doa-doa dalam sujud tersebut adalah mutlak dan tidaklah dibatasi.
Doa apa saja yang termasuk maksud doa kebaikan dunia dan akhirat adalah
boleh. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan
berbagai doa yang berbeda diberbagai tempat. Ini menunjukkan bahwa hal
itu tidak dilarang. Dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), dari Ibnu
Mas’ud, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang doa
akhir tasyahhud: “Kemudian hendaknya dia memilih doa yang disukai dan
sesuai seleranya.” Dalam riwayat Imam Muslim, sebagaimana menjelasan bab
yang lalu, dari Abu Hurairah: “kemudian dia berdoa untuk apa-apa yang
nyata untuk dirinya.” Imam An Nasa’i meriwayatkan dengan sanad shahih
bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca dalam qunutnya: “Ya
Allah selamatkanlah Al Walid bin Al Walid, ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah,
Salamah bin Hisyam, dan orang-orang lemah dari kalangan mu’minin ..dst.”
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, nabi pernah berdoa dalam qunutnya:
“Ya Allah laknatlah Ra’la dan Dzakwan, dan orang-orang yang telah
membangkang kepada Allah dan rasulNya.” Ini semua adalah kabilah-kabilah
di Arab. Hadits-hadits seperti ini banyak. Jawabannya adalah, bahwa
hadits-hadits mereka ini menunjukkan bahwa doa bukanlah termasuk kalamun
nas (pembicaraan manusia), dan tentang tasymit (menjawab bersin) dan
menjawab salam, telah ada hadits yang menyebutnya sebagai kalamun nas,
karena keduanya adalah bentuk lawan bicara dari manusia, dan berbeda
dengan doa. Wallahu A’lam. (Imam An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al
Muhadzdzab, 3/472. Darul Fikr)
Demikian yang dikatakan Imam An Nawawi, dan itulah
pandangan madzhab syafi’i, nampaknya inilah pendapat yang lebih kuat
seperti dalil-dalil yang diterangkannya. Namun, bagi mereka pun membaca
sesuai doa yang ma’tsur adalah lebih afdhal. (Imam Khathib Asy
Syarbini, Mughni Al Muhtaj, 2/432. Mawqi’ Al Islam. Imam Syihabuddin Ar
Ramli, Nihayatul Muhtaj, 4/393)
Ini juga pendapat Malikiyah, dan juga menjadi
pilihan bagi Al Lajnah Ad Daimah di Saudi Arabia, ketika mengomentari
hadits: “Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika
sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” Katanya:
ولم يخصص دعاء دون دعاء، والأحاديث في هذا المعنى كثيرة
“Tidaklah mengkhususkan doa tertentu saja dibanding
doa lainnya, dan hadits-hadits dengan makna seperti ini banyak.” (Fatawa
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’, No. 4210)
Pada sujud kapankah?
Tidak ada dalil khusus yang menunjukkan bahwa sujud terakhir adalah waktu untuk memperbanyak doa yang di maksud, sehingga dia lebih lama dibanding sujud lainnya. Oleh karenanya, ketiadaan dalilnya secara khusus mestilah membuat hal ini berlaku umum pada sujud mana pun. Justru jika kita perhatikan sunah, semua bagian gerakan yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lakukan adalah sama panjangnya, baik ruku’, sujud, dan i’tidalnya.
Hal ini diterangkan oleh berita dari Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
Tidak ada dalil khusus yang menunjukkan bahwa sujud terakhir adalah waktu untuk memperbanyak doa yang di maksud, sehingga dia lebih lama dibanding sujud lainnya. Oleh karenanya, ketiadaan dalilnya secara khusus mestilah membuat hal ini berlaku umum pada sujud mana pun. Justru jika kita perhatikan sunah, semua bagian gerakan yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lakukan adalah sama panjangnya, baik ruku’, sujud, dan i’tidalnya.
Hal ini diterangkan oleh berita dari Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ رُكُوعُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسُجُودُهُ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنْ السَّوَاءِ
Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pada ruku, sujud, dan jika bangun dari ruku’nya (i’tidal), serta duduk di antara dua sujud, lama (tuma’ninah)-nya kurang lebih sama. (HR. Bukhari No. 792, Muslim No. 471, dan ini lafaznya Al Bukhari)
Maka, silahkan dia berdoa pada sujud mana pun dia mau, termasuk pada sujud terakhir, asalkan tidak sampai jauh melebihi lama sujud lainnya. Menyengaja memperlama sujud terakhir melebihi sujud lainnya, bukanlah termasuk sunah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:
الإطالة في السجدة الأخيرة ليست من السنة لأن السنة أن تكون أفعال الصلاة متقاربة الركوع والرفع منه والسجود والجلوس بين السجدتين كما قال ذلك البراء بن عازب رضي الله عنه قال (رمقت الصلاة مع النبي صلى الله عليه وسلم فوجدت قيامه فركوعه فسجوده فجلسته ما بين التسليم والانصراف قريباً من السواء) هذا هو الأفضل ولكن هناك محلٌ للدعاء غير السجود وهو التشهد فإن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم لما علم عبد الله بن مسعود التشهد قال (ثم ليتخير من الدعاء ما شاء) فليجعل الدعاء قل أو كثر بعد التشهد الأخير قبل أن يسلم
.
Memperpanjang sujud terakhir bukanlah bagian dari
sunah, karena sunahnya adalah gerakan-gerakan dalam shalat itu hampir
sama seperti ruku’, bangun dari ruku, sujud, dan duduk di antara dua
sujud, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu
‘Anhu : (Aku shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan aku
dapatkan bahwa lamanya Beliau berdiri, ruku, sujud, dan duduknya antara
salam dan selesainya, adalah mendekati sama). Inilah yang lebih utama,
tetapi ada tempat lain untuk berdoa selain ketika sujud, yaitu pada
saat tasyahud, sebab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika
mengetahui Abdullah bin Mas’ud sedang tasyahud, Beliau berkata:
(Kemudian hendaknya kamu pilih doa apa pun yang kamu kehendaki), maka
hendaknya dia berdoa sedikit atau banyak setelah tasyahud akhir sebelum
salam. (Fatawa Nur ‘Alad Darb, 143/7)
Kedua, selain doa yang diajarkan nabi, apakah boleh berdoa sesuai hajat kita setelah membaca tasyahud akhir sebelum salam?
Sebagaimana hadits dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan bacaan yang mesti dibaca ketika duduk tasyahud hingga selesai, lalu bersabda:
ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنْ الْمَسْأَلَةِ مَا شَاءَ
Kemudian dia boleh memilih doa apa pun yang dia kehendaki. (HR. Muslim No. 402)
Hadits ini, walau jelas menyebut memilih doa apa pun yang dia kehendaki, ternyata para imam tidak satu kata dalam memahaminya. Mayoritas ulama mengatakan ini merupakan petunjuk bolehnya berdoa apa pun yang kita mau dalam urusan agama dan dunia, selama memang itu doa yang baik. Sedangkan Imam Abu Hanifah, Imam Abul Faraj bin Al Jauzi, Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, menyatakan tidak boleh sembarang doa kecuali dengan doa dari Al Quran dan As Sunnah.
Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
فيه استحباب الدعاء في آخر الصلاة قبل السلام وفيه أنه يجوز الدعاء بما شاء من أمور الآخرة والدنيا ما لم يكن إثما وهذا مذهبنا ومذهب الجمهور وقال أبو حنيفة رحمه الله تعالى لا يجوز إلا بالدعوات الواردة في القرآن والسنة
Pada hadits ini terdapat anjuran disukainya berdoa
pada akhir shalat sebelum salam, dan pada hadits ini juga dibolehkan
berdoa dengan apa saja yang dikehendaki berupa urusan akhirat dan dunia,
selama bukan yang mengandung dosa. Inilah pendapat madzhab kami
(syafi’iyah) dan madzhab jumhur. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat
tidak boleh kecuali dengan doa-doa yang terdapat dalam Al Quran dan As
Sunnah. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 4/117)
Imam Abul Faraj bin Al Jauzi Rahimahullah mengatakan:
وقوله ثم يتخير من المسألة ما شاء محمول عندنا على التخير من الأدعية المذكورة في القرآن وفي الحديث ومتى دعا بكلام من عنده مثل أن يقول اللهم ارزقني جارية أو طعاما فسدت صلاته وهو قول أبي حنيفة وعند مالك والشافعي يجوز أن يدعو بما شاء
Sabdanya (Kemudian dia boleh memilih doa apa pun yang
dia kehendaki) pengertiannya menurut kami adalah memilih doa-doa yang
disebutkan dalam Al Quran dan Al Hadits, dan ketika dia berdoa dengan
ucapan yang dibuatnya sendiri semisal: “Ya Allah berikanlah aku seorang
anak perempuan atau makanan.” Maka rusaklah shalatnya, inilah pendapat
Abu Hanifah. Sedangkan menurut Malik dan Asy Syafi’i boleh berdoa dengan
apa pun yang dikehendaki. (Imam Abul Faraj bin Al Jauzi, Kasyful
Musykil min Hadits Ash Shahihain, 1/191. Darul Wathan, Riyadh)
Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhamamdin wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi ajmian.
Sumber : http://faridnuman.blogspot.com/2012/02/memperlama-sujud-terakhir-adakah.html